TEMPO.CO, Jakarta -Pada Jumat, 19 November 2021, terjadi bentrokan antar ormas yakni Forum Betawi Rempug (FBR) dengan Pemuda Pancasila alias PP di Ciledug, Kota Tangerang.
Dalam bentrokan tersebut, dilaporkan terdapat dua anggota FBR dan seorang anggota Pemuda Pancasila yang mengalami luka-luka akibat serangan benda tajam.
Menurut polisi, bentrokan ini berawal dari acara konvoi anggota Pemuda Pancasila menggunakan kendaraan bermotor dan di tengah perjalanan konvoi, massa PP terlibat adu mulut dengan anggota FBR dan berujung pada pecahnya bentrokan.
Bentrokan antara FBR dan Pemuda Pancasila yang terjadi, menambah catatan bentrokan antar organisasi masyarakat disingkat Ormas di Indonesia.
Sebelumnya, sudah banyak sekali ormas yang saling bentrok dan biasanya bentrokan dipicu oleh salah paham antar anggota ormas.
Polisi memeriksa barang bawaan anggota Pemuda Pancasila saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 25 November 2021. Pemuda Pancasila menggelar aksi untuk menuntut permintaan maaf dari politikus PDIP Junimart Girsang, terkait penyataanya yang menyebut Pemuda Pancasila merupakan ormas yang kerap terlibat bentrok. TEMPO/Ridho Fadilla
Di samping itu, bagi sebagaian masyarakat Indonesia, ormas adalah sebuah identitas diri yang harus dijaga marwah dan martabatnya sehingga jika ada yang menghina atau mengejek suatu ormas tertentu akan berakibat pada marahnya anggota ormas tersebut.
Dari hal tersebut, menarik untuk mengetahui bagaimana akar sejarah ormas di Indonesia. Di Indonesia, ormas mulai bermunculan ketika terjadi perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, khususnya saat kapitalis merkantilis diperkenalkan oelh Belanda.
Kapitalisme merkantilis yang dibawa oleh Belanda ini mendorong terjadinya pembentukan sosial melalui proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hal ini juga yang mendorong terbentuknya organisasi-organisasi modern di Indonesi pad awal abad ke-20.
Pasca kemerdekaan, tepatnya pada medio 1950-an, perkembangan ormas di Indonesia semakin masif.
Hal ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang mendorong lahirnya ormas-ormas. Namun, perkembangan ormas mulai menyurut ketika ormas digunakan sebagai alat legitimasi politik, khususnya pada era Demokrasi Terpimpin.
Di era kepemimpinan Soeharto, ormas dibatasi arah geraknya dan harus mendukung pemerintahan Soeharto jika suatu ormas ingin terus eksis dan berkembang. Memasuki era Reformasi, banyak ormas yang mulai bermunculan kembali dan lebih berani untuk menampilkan identitasnya, baik suku maupun agama.
EIBEN HEIZIER
Baca juga : 6 Hal Soal Bentrok Pemuda Pancasila dan FBR hingga Demo Junimart Girsang di DPR
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.