TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Advokasi Saiful Mahdi mengapresiasi pemerintah dan DPR yang mengabulkan permohonan amnesti untuk dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Saiful Mahdi.
Direktur LBH Banda Aceh sekaligus kuasa hukum Saiful, Syahrul Putra Mutia, mengatakan masih memantau agar surat persetujuan DPR segera keluar dan disampaikan. “Sehingga Saiful Mahdi secepatnya dibebaskan dari jeruji besi,” kata Syahrul dalam keterangannya, Kamis, 7 OKtober 2021.
Koalisi juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang memberikan dukungan untuk membebaskan Saiful Mahdi. Lebih dari 85 ribu orang telah menandatangani petisi online di Change.org, dan lebih dari 50 lembaga serta individu juga memberikan dukungan pemberian amnesti.
Menurut Syahrul, istri Saiful Mahdi, Dian Rubianty, menyatakan bahwa amnesti merupakan wujud negara yang hadir untuk rakyat, ketika keadilan tidak hadir dan kebenaran dibungkam.
Koordinator PAKU ITE, Muhammad Arsyad, mengatakan kasus-kasus seperti yang dialami Saiful Mahdi masih banyak dan akan terus bertambah jika pemerintah tidak menyelesaikan akar permasalahannya, yaitu pasal-pasal di UU ITE. Meski pemerintah sudah menerbitkan pedoman implementasi UU ITE, Arsyad menilai korban kriminalisasi undang-undang tersebut juga terus bertambah.
“Makanya revisi total UU ITE semakin dibutuhkan. Koalisi Masyarakat Sipil juga telah mengeluarkan kertas kebijakan dengan rekomendasi untuk menghapus dan merevisi pasal-pasal tersebut,” ujar Arsyad.
Koalisi pun mendesak pemerintah dan DPR serius membahas revisi UU ITE secara terbuka, dan melibatkan korban dan organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan pegiat hak asasi manusia dalam merumuskan perubahan pasal-pasal UU ITE yang bermasalah.
Kasus Saiful Mahdi, kata Arsyad, menunjukkan pemerintah masih punya banyak pekerjaan rumah untuk memberikan perlindungan kebebasan akademik. Tanpa revisi UU ITE, maka korban dikriminalisasi atas nama pencemaran nama baik akan terus berjatuhan.