Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Elite TNI AD, Mengapa Soeharto Tak Masuk Daftar Jenderal yang Diculik G30S?

Reporter

image-gnews
Warga nonton bareng (nobar) pemutaran film pengkhianatan G30S/PKI di Lapangan Hiraq Lhokseumawe, Aceh (23/9) malam. ANTARA FOTO
Warga nonton bareng (nobar) pemutaran film pengkhianatan G30S/PKI di Lapangan Hiraq Lhokseumawe, Aceh (23/9) malam. ANTARA FOTO
Iklan

 TEMPO.CO, Jakarta - Mengapa Soeharto, yang pada saat peristiwa itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat, tidak ikut diculik operasi G30S?

Koran Tempo pada tanggal 5 Oktober 2009 pernah menerbitkan laporan khusus berjudul “Untung dan Jejaring Diponegoro”. Dalam laporan tersebut, dikatakan bahwa Soebandrio, Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri/Kepala Badan Pusat Intelijen, mengelaborasi “Cornell Paper” milik Ben Anderson dan Ruth McVey, sebuah publikasi ilmiah yang merinci peristiwa G30S.

Subandrio sepakat dengan “Cornell Paper” bahwa gerakan G30S merupakan peristiwa internal Angkatan Darat dan terutama menyangkut Komando Daerah Militer Diponegoro. Tetapi, menurut Subandrio, meski sama-sama berasal dari Diponegoro, terdapat trio untuk dikorbankan, yaitu Soeharto, Untung, dan Latief. Selain itu, juga ada trio untuk dilanjutkan, yaitu Soeharto, Yoga Soegama, dan Ali Moertopo.

Dari kedua trio tersebut, akan terlihat baik pelaku gerakan maupun pihak yang menumpasnya berasal dari komando daerah militer yang sama, yaitu Kodam Diponegoro. Hal ini juga menjelaskan mengapa gerakan G30S hanya terjadi di Jakarta dan wilayah Kodam Diponegoro, yaitu Semarang dan Yogyakarta, sehingga dapat dipadamkan dalam hitungan hari.

Selain itu, asal komando daerah militer yang sama juga menjadi alasan mengapa Soeharto tidak masuk dalam daftar orang yang diculik. Ia dianggap sebagai kawan, minimal bukan musuh. Apalagi, Soeharto dan Latief pernah sama-sama ikut dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

Hal ini juga diakui oleh Latief dalam kesaksiannya kepada Mahkamah Militer. “... karena kami anggap Jenderal Soeharto loyalis Bung Karno, maka tidak kami jadikan sasaran,” kata Latief seperti dikutip oleh Tempo dari buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang.

Sayangnya, asumsi Latief yang menganggap Soeharto loyalis Soekarno sehingga dapat menetralisir situasi, ternyata meleset ketika ia melaporkan peristiwa pembunuhan para jenderal ke Soeharto di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, 30 September 1965. Saat itu, Soeharto sedang menjaga anak bungsunya, Tommy, yang dirawat karena luka bakar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Tetapi perhitungan kami itu meleset. Tidak tahunya, Soeharto sudah punya planning sendiri. Soepardjo adalah anak buah langsung Jenderal Soeharto, sebagai Panglima Komando Tempur II. Dan semua teman-teman, termasuk yang ada di divisi Diponegoro, mendapat jabatan penting dari Jenderal Soeharto,” kata Latief seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 16 April 2000.

Latief kemudian berkesimpulan bahwa Soeharto terlibat dalam G30S. Kesimpulan ini ia tarik ketika memberi laporan kepada Soeharto tentang adanya Dewan Jenderal pada 28 September 1965 dan laporan bahwa para jenderal akan dihadapkan kepada Presiden pada 30 September 1965, yang ditanggapi secara dingin oleh Soeharto.

Alih-alih menghadap Soekarno, Soeharto justru memerintahkan tiga jenderal untuk meminta Surat Perintah 11 Maret. “Ini tindakan insubordinasi. Soeharto melakukan kudeta," kata Latief salah satu pimpinan operasi G30S.

NAUFAL RIDHWAN ALY

Baca juga: Letkol Untung Pemimpin Operasi G30S, Peraih Bintang Sakti dari Presiden Sukarno

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

39 Tahun Monumen Jogja Kembali, Apa Saja Koleksi Museum Bentuk Tumpeng Ini?

22 jam lalu

Monumen Jogja Kembali atau Monjali di Sleman Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
39 Tahun Monumen Jogja Kembali, Apa Saja Koleksi Museum Bentuk Tumpeng Ini?

Monumen Jogja Kembali telah berusia 39 tahun. Apa saja koleksinya sebagai museum dan destinasi sejarah di Yogyakarta?


6 Kudeta yang Digagalkan Rakyat, Terbaru di Bolivia

22 jam lalu

TURKI PASCA-KUDETA
6 Kudeta yang Digagalkan Rakyat, Terbaru di Bolivia

Berikut adalah beberapa kudeta yang berhasil digagalkan oleh rakyatnya, selain di Bolivia.


Kisah Raja Batik HM Lukminto Pendiri Sritex, dari Pasar Klewer Bikin Pabrik Tekstil

2 hari lalu

Perintis pabrik textil Sritex, Lukminto. Tempo/Andry Prasetyo.
Kisah Raja Batik HM Lukminto Pendiri Sritex, dari Pasar Klewer Bikin Pabrik Tekstil

Kisah HM Lukminto merintis perusahaan tekstil Sritex cukup menarik. bagaimana ia membangun industri tekstil dimulai dari Pasar Klewer, Solo.


Mengenang BJ Habibie: Perjalanan Politik Presiden RI ke-3 dan Demokrasi Indonesia

5 hari lalu

BJ Habibie. TEMPO/Aditia Noviansyan
Mengenang BJ Habibie: Perjalanan Politik Presiden RI ke-3 dan Demokrasi Indonesia

BJ Habibie, dengan visinya dalam bidang teknologi dan kontribusinya dalam dunia politik, diingat sebagai salah satu tokoh dalam demokrasi Indonesia.


Pernah Dijuluki 'Manajer Rp 1 Miliar', Inilah Kilas Balik Perjalanan Karier Mendiang Tanri Abeng

7 hari lalu

Tanri Abeng di kediamanya, Simprug Golf 12/A3, Jakarta Selatan, 2014. dok. Dasril Roszandi
Pernah Dijuluki 'Manajer Rp 1 Miliar', Inilah Kilas Balik Perjalanan Karier Mendiang Tanri Abeng

Pada akhir 1996, Tanri Abeng dijuluki sebagai Manajer Rp 1 Miliar karena mendapat bayaran sebesar itu saat memimpin perusahaan milik Aburizal Bakrie.


Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng Meninggal Dunia, Menjabat di Era Soeharto dan Habibie

7 hari lalu

Tanri Abeng di kediamanya, Simprug Golf 12/A3, Jakarta Selatan, 2014. dok. Dasril Roszandi
Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng Meninggal Dunia, Menjabat di Era Soeharto dan Habibie

Tanri Abeng pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pendayagunaan BUMN di Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan.


21 Tahun Jembatan Suramadu, Berikut 7 Fakta Pembangunan Jembatan Berbiaya Rp 4,5 Triliun

20 hari lalu

Suasana Jembatan Suramadu di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu, 27 Oktober 2018. ANTARA
21 Tahun Jembatan Suramadu, Berikut 7 Fakta Pembangunan Jembatan Berbiaya Rp 4,5 Triliun

Jembatan Suramadu 21 tahun. Ini 7 fakta pembangunan Jembatan Suramadu alias Surabaya-Madura yang menjadi salah satu ikon di Jawa Timur.


Empat Presiden Indonesia Kelahiran Juni: Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Jokowi

20 hari lalu

Presiden Sukarno dan Soeharto
Empat Presiden Indonesia Kelahiran Juni: Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Jokowi

Tak hanya bulan lahirnya Pancasila, Juni juga menjadi hari kelahiran empat Presiden Indonesia: Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Jokowi.


Hasto Kristiyanto Dipanggil Polisi dan KPK, Megawati: Kamu Rasakan Seperti Saya di Zaman Orde Baru

20 hari lalu

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)  Megawati Soekarnoputri (kiri) berbincang dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di sela penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDIP di Jakarta, Minggu, 12 Januari 2020. PDIP menargetkan memenangkan di 60 persen wilayah yang menggelar Pilkada serentak pada 2020. ANTARA
Hasto Kristiyanto Dipanggil Polisi dan KPK, Megawati: Kamu Rasakan Seperti Saya di Zaman Orde Baru

Pengalaman Hasto Kristiyanto dipanggil polisi dan KPK itu ditanggapi tawa Ketua Umum PDIP Megawati. Menurutnya seperti yang ia alami zaman Orde Baru


Kilas Balik 21 Tahun Jembatan Suramadu, Ini Kontribusi Presiden dari Sukarno hingga SBY

20 hari lalu

Penumpang kapal Kirana VII melihat arsitektur Jembatan Suramadu di Surabaya, Jawa Timur, Rabu, 8 Juni 2022. Jembatan Suramadu merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Kilas Balik 21 Tahun Jembatan Suramadu, Ini Kontribusi Presiden dari Sukarno hingga SBY

Jembatan Suramadu menyatukan Pulau Madura dan Jawa. Kecuali Jokowi, presiden sebelumnya berkontribusi mewujudkan jembatan ini.