TEMPO.CO, Jakarta - Sederet organisasi kemasyarakatan alias ormas Islam akan menggelar aksi reuni 411 di Istana Merdeka, Jakarta Pusat hari ini, Senin, 4 November 2024. Agenda demonstrasi tersebut diinisiasi oleh Front Persaudaraan Islam (FPI) untuk menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain terkait isu perpolitikan terkini.
“Iya, benar (akan menggelar aksi),” kata Pengacara Rizieq Shihab yang juga anggota FPI, Aziz Yanuar kepada Tempo melalui pesan teks, Sabtu, 2 November 2024.
Setelah mengonfirmasi soal akan adanya aksi, Aziz juga mengirimkan poster ajakan aksi tersebut kepada Tempo. Poster ajakan aksi itu bertulis, “Kami Siap Hadir Reuni Akbar 411”. Berdasarkan selebaran itu, FPI dan beberapa ormas lain akan mengawali aksi di depan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Usai salat Zuhur, aksi dilanjutkan dengan longmarch menuju Istana Presiden.
Adapun dalam poster tersebut juga tertulis tujuan dari aksi ini adalah untuk menuntut agar Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi diadili. Selain itu, aksi juga akan menuntut untuk menangkap pemilik akun Fufufafa. Belakangan aksi juga disebut untuk menuntut agar calon Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 1 Suswono dipenjara.
Lantas mengapa aksi reuni 411 menuntut agar Jokowi diadili, pemilik akun Fufufafa ditangkap, dan Suswono dipenjara?
1. Alasan Jokowi dituntut agar diadili
Aksi menuntut Jokowi diadili menguar akhir-akhir ini seiring Presiden RI periode 2014-2024 itu purnatugas. Salah satu aksi di antaranya dilakukan oleh kelompok jaringan aktivis dan mahasiswadi depan Istana Gedung Agung Yogyakarta pada Ahad, 20 Oktober lalu.
Massa aksi yang tergabung dalam Forum Cik Di Tiro Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad) itu menyerukan sejumlah tuntutan. Terutama ditujukan kepada Jokowi yang sudah dua periode memimpin. Mereka meminta Jokowi diadili karena dinilai gagal selaku kepala negara.
Aktivis dari Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta yang turut dalam aksi itu, Sana Ullaili, mengatakan setelah sepuluh tahun menjabat, janji-janji Jokowi dalam nawacita terbukti menjadi nawadosa, korupsi tumbuh subur, demokrasi mundur, lingkungan hidup hancur. Ia menilai selama periode Jokowi meminpin, kesejahteraan rakyat tak kunjung terwujud.
“Kekuasaan Jokowi bisa langgeng satu dekade tidak lepas dari politik bantuan sosial atau bansos. Rakyat paling bawah selalu disuap menggunakan bansos. Kelompok rakyat yang membutuhkan, memang berhak atas bansos,” ujarnya. “Namun, politisasi bansos membuat rakyat tidak sadar bahwa bansos itu adalah hak yang berasal dari uang rakyat sendiri.”
Selain itu, kata dia, Jokowi selalu menggunakan alat hukum dan perangkat negara untuk menjaga kekuasaannya. Setiap pihak yang dianggap mengganggu kekuasaan dihajar. Selama 10 tahun hak-hak sipil dan politik warga dikekang sedemikian rupa. Kelompok minoritas, kata dia, tidak mendapat pemenuhan dan jaminan HAM.
Selama pemerintahan Jokowi, menurut Sana, hukum tidak dibenahi. Aparat penegak hukum sangat korup dan menjadi alat yang kuat untuk merepresi warga. Lembaga independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK diamputasi. Pasca pelemahan KPK, menurut dia, korupsi semakin tumbuh subur tak terkendali.
“Indeks Persepsi Korupsi saat ini turun drastis ke angka 34. Angka tersebut sama seperti 10 tahun lalu ketika Jokowi naik tahta,” katanya.
Selanjutnya: Pemilik Akun Fufufafa Ditangkap