Jakarta - Sosok Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte baru-baru ini menjadi sorotan, setelah terlibat dalam kasus penganiayaan.
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri ini diduga menganiaya tersangka kasus dugaan penistaan agama, Muhammad Kace di dalam sel Rumah Tahanan Badan Reserse Kriminal Polri.
Napoleon merupakan terpidana kasus suap red notice Djoko Tjandra. Ia divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis dijatuhkan pada 10 Maret 2021. Hakim menyatakan Napoleon terbukti menerima Sin$ 200 ribu dan US$ 370 ribu dari Djoko Tjandra. Uang itu diberikan agar Napoleon membantu menghapus Djoko Tjandra, buron kasus korupsi cessie Bank Bali, dari status daftar pencarian orang sistem Imigrasi.
Dilansir dari berbagai sumber, Napoleon merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1988 dan berpengalaman di bidang reserse. Pria 55 tahun asal Sumatera Selatan itu pernah menjabat Kapolres Ogan Komering Ulu Polda Sumsel, pada 2006.
Dua tahun kemudian, Napoleon yang juga memiliki nama lain Napo Batara diangkat menjadi Wakil Direktur Reserse Kriminal Polda Sumsel. Lalu Direktur Reskrim Polda DIY, pada 2009.
Pada 2011, Napoleon menjabat Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Polri. Menjabat Kabagbinlat Korwas PPNS Bareskrim Polri, pada 2012. Kemudian menjadi Kabag Bindik Dit Akademik Akpol, pada 2015. Setahun kemudian, ia menjabar Kabag Konvinter Set NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri.
Setelah tiga tahun menjabat sebagai Ses NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri sejak 2017, Napoleon Bonaparte dipercaya sebagai Kepala Divisi Hubinter Polri, pada Februari 2020. Namun karena terlibat kasus suap Djoko Tjandra, ia pun dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri di tahun yang sama.
FRISKI RIANA
Baca : Kemenkumham Jelaskan Alasan Djoko Tjandra Dapat Remisi 2 Bulan