TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak ada kewajiban mengungkap identitas King Maker dalam kasus suap bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari. Hal itu dikatakan kuasa hukum KPK, Natalia Kristianto, usai menghadiri sidang gugatan praperadilan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
MAKI sebelumnya mengajukan praperadilan atas penghentian supervisi dan menemukan sosok King Maker dalam kepengurusan fatwa Mahkamah Agung oleh Pinangki dalam perkara Djoko Tjandra.
"Bahwa intinya dalam penanganan perkara kepengurusan fatwa itu memang posisi atau peran KPK adalah dalam rangka menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi," ujar Natalia pada Selasa, 21 September 2021.
Apalagi, kata Natalia, penyidikan kasus ini sejak awal dilakukan oleh Kejaksaan Agung, bukan KPK. Sehingga, ketika penyidikan kasus sudah selesai maka supervisi yang dilakukan KPK juga berhenti. "Karena supervisi ini kan sejatinya men-trigger aparat hukum untuk segera menyelesaikan," kata Natalia.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK pada 23 Agustus 2021. Koordinator MAKI Boyamin Saiman sebelumnya telah menyerahkan nama asli King Maker ke KPK. MAKI mendesak KPK menyelidiki peran King Maker.
"Tugasnya sekarang bukan supervisi. Kewajibannya saat ini harus mengambil alih perkaranya," ucap Boyamin di lokasi yang sama.
Sosok King Maker sampai saat ini masih menjadi rahasia. Ia disebut oleh MAKI sebagai otak dari rencana membebaskan terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
Nama yang sama muncul dalam percakapan antara terpidana kasus ini, yakni Pinangki Sirna Malasari dengan Anita Kolopaking. Dalam sidang vonis untuk Pinangki, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan King Maker ada, tapi tidak terungkap.
Baca juga: MAKI Sebut King Maker di Kasus Djoko Tjandra Penegak Hukum dengan Jabatan Tinggi
ANDITA RAHMA