TEMPO.CO, Jakarta - Ada beberapa berita yang menjadi sorotan pada Jumat, 2 April 2021. Yang pertama adalah keputusan Ketua Advokasi dan Hukum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Razman Arif Nasution, mengundurkan diri dari jabatannya. Langkah ini diambil dua hari setelah Kementerian Hukum dan HAM mengumumkan menolak hasil KLB Demokrat.
"Saya juga punya reputasi sendiri membangun nama saya di negeri ini. Maka menurut saya setelah saya pertimbangkan 4 hari terakhir saya akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari ketua advokasi dan hukum DPP Demokrat hasil KLB Sibolangit 5 Maret 2021," kata Razman di kantornya di kawasan Jakarta Selatan.
Razman mengatakan pengunduran dirinya sama sekali tidak terkait dengan kepentingan kelompok manapun, maupun atas suruhan siapapun. Ia mengatakan tak ada niat untuk mengkhianati siapapun.
Juru bicara Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Muhammad Rahmad, mengatakan kepengurusan partainya menerima keputusan Ketua Advokasi dan Hukum mereka, Razman Arif Nasution, yang memutuskan mundur dari jabatannya.
"DPP Partai Demokrat pimpinan Bapak Moeldoko menghargai pilihan politik Razman Arif Nasution yang menyatakan mundur dari penasehat hukum dan kepengurusan Partai Demokrat pimpinan Bapak Moeldoko," kata Rahmad dalam keterangan tertulis, Jumat, 2 April 2021.
Baca juga: Kemenkumham Tolak KLB Demokrat, Penggagas Sebut Bukti Pemerintah Tak Intervensi
Berita lain yang menjadi sorotan adalah soal KPK yang menerbitkan SP3 penyidikan SKL BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, pada Kamis, 1 April 2021.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan penghentian perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, merupakan dampak buruk revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Perlahan, namun pasti, efek buruk dari berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 semakin menguntungkan pelaku korupsi," kata Kurnia dalam keterangannya, Jumat, 2 April 2021.
Kurnia menjelaskan problematikan kewenangan pemberian Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan atau SP3 di KPK. Aturan dalam Pasal 40 UU KPK bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2004.
Baca juga: Ini Perjalanan Kasus SKL BLBI yang Dihentikan KPK
Kala itu, kata Kurnia, MK menegaskan bahwa KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3 semata-mata untuk mencegah lembaga anti rasuah tersebut melakukan penyalahgunaan kewenangan. "Sebab, tidak menutup kemungkinan pemberian SP3 justru dijadikan bancakan korupsi," ujarnya.
Menurut Kurnia, polanya pun dapat beragam. Misalnya, negoisasi penghentian perkara dengan para tersangka, atau dimanfaatkan oleh pejabat struktural KPK untuk menunaikan janji tatkala mengikuti seleksi pejabat di lembaga anti rasuah tersebut.
Ikuti terus perkembangan terkini KLB Demokrat dan cerita di balik terbitnya SP3 SKL BLBI di Tempo.co