TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyoroti promosi kawin anak, nikah siri, dan poligami oleh Aisha Weddings dengan narasi ketaatan dan ketakwaan. Mereka menilai ini adalah bentuk pelecehan agama.
"Karena memanfaatkan agama untuk tujuan bisnis dan eksploitasi seksual anak perempuan," kata Ketua Majelis Musayawarah KUPI Badriyah Fayumi dalam lembar pernyataan sikap di Jakarta, 11 Februari 2021.
Sebelumnya, pamflet dari wedding organizer ini tersebar di media sosial pada Rabu, 10 Februari 2021. Aisha Weddings mempromosikan nikah siri, poligami serta keharusan menikah bagi perempuan yang sudah berumur antara 12 sampai 21 tahun.
Dalam foto yang viral, Aisha Wedding ini menyinggung ketaqwaan dan ketaatan yang diinginkan semua wanita dari Allah SWT. Lalu, ada juga narasi berbunyi, "jangan tunda pernikahan karena keinginan egoismu, tugasmu sebagai gadis adalah melayani kebutuhan suamimu."
Baca: Aisha Weddings Promosikan Perkawinan Anak, Masyarakat Sipil: Melanggar Hukum
Badriyah mengatakan eksploitasi seksual anak perempuan dengan modus perkawinan anak ini bertentangan dengan prinsip tauhid. Prinsip ini melarang penundukan manusia yang lemah (anak perempuan) oleh manusia lainnya yang punya kekuatan, kekuasaan dan otoritas.
Menurut dia, perkawinan anak, nikah siri dan poligami dalam realitanya juga lebih banyak membawa penderitaan bagi perempuan. Sehingga upaya promosi semacam ini semestinya tidak terjadi dan dapat dicegah.
Selain itu, Badriyah juga menyebut promosi kawin anak ini adalah kemunduran peradaban dan merendahkan harkat martabat perempuan. "Khususnya anak perempuan karena menjadikan mereka sebagai obyek seksual semata," kata dia.
Terakhir, Badriyah menyebut promosi ala Aisha Weddings ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap UUD 1945. Lalu juga melanggar sejumlah ketentuan, seperti UU ITE, UU Perlindungan Anak, hingga UU Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
FAJAR PEBRIANTO