TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Penghapusan Perkawinan Anak, menilai langkah Aisha Weddings mempromosikan perkawinan di bawah umur, adalah tindakan melawan hukum.
Selain itu, gerakan ini juga mempertanyakan jasa pencarian jodoh bagi orang tua yang akan mengawinkan anak-anaknya, jasa penyelenggaraan perkawinan secara sirri, dan jasa layanan pencarian jodoh untuk poligami yang disediakan mereka.
"Kami meyakini bahwa tindakan pemilik, pembuat, dan pengelola dapat diduga merupakan perbuatan pidana yang secara substantif melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang," kata mereka dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Februari 2021.
Gerakan ini terdiri dari Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), Institut Perempuan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK Indonesia), Rumah KitaB, Jaringan AKSI, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), dan Alimat.
Baca juga: Drone Emprit Cium Kejanggalan di Balik Aisha Weedings
Gerakan ini juga menilai informasi yang disampaikan oleh pengelola www.aishaweddings.com kepada publik menyesatkan dan menakuti-nakuti. Hal ini dikhawatirkan dapat diduga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Selain itu, tindakan pemilik, pembuat, dan pengelola situs itu juga dinilai bertentangan dengan upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Padahal upaya ini telah dilakukan oleh DPR dan Pemerintah untuk mencegah dan menghentikan praktik perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, serta menghapuskan perkawinan anak melalui legislasi.
Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Penghapusan Perkawinan Anak mengingatkan Pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan beberapa undang-undang untuk perlindungan anak. Seperti, UU Perlindungan Anak, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan terakhir UU No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Strategi Nasional Penghapusan Perkawinan Anak, sebagai panduan langkah untuk menghentikan perkawinan Anak. Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan PERMA No 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Nikah.
"Upaya menghapuskan praktek perkawinan anak ini dilakukan oleh Pemerintah dan didukung oleh gerakan masyarakat sipil, karena secara kumulatif terbukti melanggar prinsip dan hak-hak asasi anak, menimbulkan kerusakan pada organ reproduksi perempuan, menghilangkan akses perempuan memperoleh pendidikan, dan kerja yang layak serta melanggengkan kemiskinan," kata mereka.
Atas dasar itu, Gerakan ini meyakini tindakan pemilik, pembuat, dan pengelola Aisha Weddings membahayakan kehidupan perempuan dan perlindungan anak. Karena itu, mereka pun mendesak Kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penegakkan hukum mengusut kasus ini.