TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memanggil anak mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rizqi Aulia Rahmi, dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi sehubungan dengan penanganan perkara di MA pada 2011-2016. "Yang bersangkutan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HS," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2020. HS adalah tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Selain Rizqi, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Hiendra, yakni Tania Clarissa Irawan seorang wiraswasta, dan Albert Christian Kairupan. Keduanya adalah karyawan swasta.
Istri Nurhadi, Tin Zuraida, dipanggil KPK pada Selasa lalu, 11 Februari 2020. Namun tak memenuhi panggilan tanpa keterangan.
KPK pada 16 Desember 2019 telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu. Nurhadi dan Rezky Herbiyono karyawan swasta yang juga menantu Nurhadi itu ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar sehubungan dengan pengurusan sejumlah perkara di MA. Sedangkan Hiendra selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Sebelumnya, Nurhadi juga terlibat dalam perkara lain yang ditangani KPK yaitu penerimaan suap sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang berasal dari bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro agar menunda proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL).
Nurhadi dan Rezky disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b subsider pasal 5 ayat (2) lebih subsider pasal 11 dan/atau pasal 12B UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra dibidik dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b subsider pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.