TEMPO.CO, Jakarta-Pengamat politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro meminta Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto tak memaksakan diri untuk dapat terpilih secara aklamasi di Munas Golkar bulan depan.
Sebagai partai besar dan memiliki banyak sumber daya manusia yang handal, ujar Siti, sudah sepantasnya bila banyak calon yang maju dalam munas.
"Jangan sampai aklamasi, itu bukan demokrasi. Kalau demokratis, ya, mestinya memberikan peluang atau kesempatan bagi kader-kader untuk maju dan meyakinkan para pemilik suara," ujar Siti Zuhro saat ditemui di bilangan Menteng, Jakarta Pusat pada Ahad, 24 November 2019.
Golkar, ujar Siti, mestinya bisa memberikan contoh melakukan kontestasi dan kompetisi politik yang sehat. "Bukan kompetisi yang menghasilkan friksi bahkan dualisme pengurus, yang ujung-ujungnya melahirkan partai baru," ujar dia.
Sebelumnya, Airlangga memang berharap munas menghasilkan ketua umum secara aklamasi. "Karena aklamasi bukan pertama kali. Dulu pernah waktu Pak Ical (munas Bali), lalu pada saat munaslub kemarin," ujar Airlangga di lokasi Rapimnas Golkar, Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Kamis, 14 November 2019.
Kendati demikian, ujar Airlangga, semua keputusan dipulangkan kepada seluruh pemegang suara munas. "Tapi aklamasi itu kan bagian dari demokrasi juga," ujar dia.
Sebaliknya, calon kandidat ketua umum lainnya, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, berpendapat aklamasi yang dipaksakan hanya akan melahirkan perpecahan. "Kami punya pengalaman pahit. Pemaksaan aklamasi di Munas Bali melahirkan Munas Ancol. Kalau yakin mayoritas suara, kenapa harus takut aklamasi?" katanya.
DEWI NURITA