TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejarawan Bonnie Triyana mengungkap bagaimana pendiri sekaligus ketua pertama organisasi Sarekat Islam, Hadji Oemar Said atau H.O.S Tjokroaminoto, menjadi sosok sentral atau god father yang melahirkan para founding father Republik Indonesia.
Kehidupan personal hingga totalitas pergerakan Tjokroaminoto di kancah organisasi sejak tahun 1912 telah menjadi peta awal penuntun Indonesia sebagai negara berdaulat di tahun 1945.
“Kalau mengikuti garis hidupnya dari keluarga mapan, seharusnya Tjokroaminoto menjadi bupati atau minimal wedana (asisten bupati). Tapi dia melakukan bunuh diri kelas,” ujar Bonnie saat diskusi publik bertajuk Membedah Pemikiran HOS Tjokroaminoto : Islam, Politik dan Negara di kampus Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Sabtu 26 Oktober 2019.
Dalam diskusi yang diinisiasi Tempo dan Universitas Cokroaminoto Yogyakarta itu, Bonnie merunut Tjokroaminoto jelas bukan berasal dari rakyat jelata.
Ia berdarah biru yang diwariskan dari sang ayah, Raden Mas Tjokroamiseno, seorang wedana di masa itu dan kakeknya, Raden Mas Adipati Tjokronegoro juga pernah menjadi Bupati Ponorogo.
Darah biru Tjokro itu yang memberinya kesempatan khusus yang tak dimiliki warga biasa lainnya, yakni mengenyam pendidikan khusus pemerintahan untuk calon PNS yang dibuat Belanda yakni Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang. Kalau sekarang sekolah itu semacam Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) atau Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Usai lulus sekolah itu, Tjokro pun sempat bekerja sebagai pegawai negeri di Ngawi, Jawa Timur, pada 1902. Sebenarnya jika pekerjaan itu diteruskan, akan membuat Tjokro bisa jadi kepala daerah, hidup berkecukupan, dan tak perlu berurusan dengan pemerintah kolonial Belanda.
Namun kurang dari satu dekade bekerja, Tjokro memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan melakukan satu fase yang disebut Bonnie bunuh diri kelas. Tjokro menanggalkan baju priyayinya demi menjadi proletar atau seorang marhaen.