Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Profil Ulama Besar Asal Ponorogo KH Hasan Besari, Kakek HOS Tjokroaminoto Guru Ronggowarsito

image-gnews
KH Hasan Besari ulama besar Ponorogo. istimewa
KH Hasan Besari ulama besar Ponorogo. istimewa
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Ulama besar asal Ponorogo, KH Hasan Besari lahir pada 1729. Ia merupakan putra kedua dari Kiai Muhammad Ilyas bin Kiai Ageng Muhammad Besari dari istri pertamanya. Hasan Besari memiliki nama lengkap Kanjeng Kiai Bagus Hasan Besari.

KH Hasan Besari atau dikenal juga dengan Kyai Kasan Besari hidup dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren. Dirinya dikenal sebagai pribadi yang alim, sosok penyabar, pandai, juga seorang ahli tirakat.

Dilansir dari laduni.id, KH Hasan Besari mendirikan Pondok Pesantren Gebang Tinatar yang merupakan salah satu pesantren ternama di Indonesia. Pesantren ini terletak di Tegalsari, Jetis, Ponorogo.

KH. Hasan Besari sangat besar pengaruhnya pada masyarakat khususnya Tegalsari umumnya masyarakat Ponorogo dan Kasunanan Surakarta. Sampai saat ini pun namanya juga masih sangat dikenal akrab khususnya di masyarakat Ponorogo. Bahkan, makamnua sampai kini masih sering dikunjungi peziarah baik dari daerah Ponorogo maupun luar Ponorogo.

Kehidupan masa muda KH Hasan Besari

Sejak masa muda, KH Hasan Besari sudah didapuk sebagai turunan kiai yang akan meneruskan perjalanan dakwah agama Islam. Hasan Besari sendiri merupakan putra Kiai Ilyas dan Kiai Ilyas adalah Putra dari Kiai Ageng Muhammad Besari, yang berarti Hasan Besari merupakan cucu dari pendiri pondok pesantren Gebang Tinatar yaitu Kiai Ageng Muhammad Besari. 

Wilayah Tegalsari dikenal sebagai daerah yang sangat subur, makmur, aman, dan sentosa, sehingga menjadi kiblat oleh desa-desa sekitarnya. Para rakyatnya hidup rukun dan sangat menghormati Hasan Besari. Sebagai pemuka agama yang secara tradisional berasal dari keluarga yang berpengaruh, Ulama dan Kiai merupakan faktor pemersatu dalam tatanan sosial pedesaan.

Dalam tradisi masyarakat Jawa, ulama atau kiai dianggap berada pada posisi yang sangat tinggi dalam strata sosial. Pada masa pemerintahan kolonial pun, para pemimpin kekuasaan seperti sultan dan raja lebih menaruh perhatiannya dalam politik, dan urusan agama diserahkan kepada para kiai. 

Urusan agama ini bukan hanya soal hukum saja, tetapi juga mengatur masalah-masalah sosial, sehingga kebanyakan kiai memiliki pengaruh yang sangat luas dalam pemerintahan dan masyarakat itu sendiri.

Pernikahan KH Hasan Besari

KH Hasan Besari dikenal sebagai seseorang yang gagah, punya wajah yang menarik dan postur tubuh yang tegap, sehingga saat itu putri dari Pakubuwono III yaitu Bra. Murtosyah tertarik dan meminta ayahandanya untuk melamarkan Hasan Besari untuknya. 

Pernikahan itu terjadi ketika Hasan Besari berusia 36 tahun. Pakubuwono III pun menerima permintaan Bra. Murtosyah, sehingga pada 1765 M, Hasan Besari dan Bra. Murtosyah menikah dan dikaruniai 6 orang putra, yakni R.M. Martopoero, R.A. Saribanon, R.A. Martorejo, R.M. Cokronegoro (ayah HOS Tjokroaminoto), R.M. Bawadi, dan R.A. Andawiyah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masa pendidikan KH Hasan Besari

KH Hasan Besari setelah merampungkan studinya di berbagai pesantren, kiai yang lebih tua darinya melatih dirinya untuk membangun pesantrennya sendiri. Pada awalnya, Hasan Besari menjadi pengganti ayahnya, yakni Kiai Hasan Ilyas.

Hal tersebut karena oleh Pakubuwono IV, Kiai Hasan Ilyas dinilai hanya menyuruh santri-santrinya memperkaya dirinya, dan para santri tidak mendapatkan pendidikan tentang Agama Islam. Akhirnya Kiai Hasan Ilyas dipecat oleh Pakubuwono IV dan digantikan oleh KH. Hasan Besari.

Sebagai seorang putra kiai, Hasan Besari mempunyai tanggung jawab untuk meneruskan tradisi keluarga kiai, yang berarti harus mempersiapkan diri melanjutkan estafet kepemimpinan. Hasan Besari yang terlahir dari keluarga santri, telah terbiasa dengan kehidupan pesantren yang serba sederhana bahkan bisa dibilang kurang memadai. 

Tradisi di pesantren yang diajarkan kepadanya antara lain tentang pendidikan sufisme. Pendidikan sufisme tersebut seperti praktik-praktik ibadah salat sunnah, zikir, wirid dan ratib. Selain itu, juga dengan cara tirakat, puasa sunnah dan lainnya. Berbagai pendidikan sufisme tersebut diajarkan KH Hasan Besari kepada santri-santrinya, salah satunya R. Ng. Ronggowarsito.

Ilmu yang didapat oleh KH. Hasan Besari lebih banyak dipelajari dari kakeknya dan para guru di pesantrennya. Dari para gurunya, KH Hasan Besari banyak  belajar tentang ilmu fiqih, alat, tafsir, hadis, dan sastra. Sebagai seorang guru dari R. Ng. Ronggowarsito, Hasan Besari dalam bidang sastra juga mempunyai pengetahuan yang mumpuni khususnya sastra Jawa.

KH Hasan Besari ditangkap

KH Hasan Besari juga menerapkan pemikiran Hukum Islam di Desa Tegalsari, sehingga pada akhirnya hal ini membuat iri desa-desa di sekitar Tegalsari dan banyak yang menirunya. Hal inilah yang membuat Sunan dari Surakarta menganggap bahwa hal tersebut merupakan sebuah penyelewengan. Akibatnya, KH Hasan Besari ditangkap dan dibawa ke Surakarta. 

Setelah di Surakarta, KH Hasan Besari ditempatkan di Masjid Agung Surakarta. Para santri Hasan Besari banyak berdatangan untuk menengoknya. Bahkan, sesampainya di Surakarta, para santri diajak untuk mengadakan shalawatan. Suara indah yang dilantunkan Hasan Besari mampu memikat Putri Mustosiyah yang merupakan Putri dari Pakubuwono IV.

Akhirnya, terjadi pernikahan antara KH Hasan Besari dan Putri Murtosiyah. Mereka pun dikaruniai beberapa putra, salah satunya Raden Cokronegoro yang menjadi Bupati Ponorogo yang merupakan ayah dari HOS Tjokroaminoto.

Pilihan Editor: Pesan Politik Abies Baswedan dari Pendopo Kyai Hasan Besari

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

45 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Misteri Makam Putra Sultan Agung atau Amangkurat I, Mengapa Berada di Tegal?

22 Februari 2024

Lukisan profil Amangkurat I. Istimewa
Misteri Makam Putra Sultan Agung atau Amangkurat I, Mengapa Berada di Tegal?

Makam putra Sultan Agung atau Amangkurat I berada di Tegal Arum, Tegal, Jawa Tengah. Mengapa makam Raja Kasunanan Surakarta itu justru di Tegal?


Festival Reog Ponorogo Masuk Karisma Event Nusantara untuk Ketiga Kali

29 Januari 2024

Seniman menampilkan tari Reog Ponorogo saat warga berebut ketupat dalam Festival 1.001 Ketupat di Desa Kalimalang, Ponorogo, Jawa Timur, Senin, 10 Juni 2019. ANTARA/Fikri Yusuf
Festival Reog Ponorogo Masuk Karisma Event Nusantara untuk Ketiga Kali

Festival Reog Ponorogo masuk 110 agenda Karisma Event Nusantara 2024, akan digelar 29 Juni hingga 7 Juli 2024.


Mengenang H. Agus Salim, Berikut Profil The Grand Old Man Hubungannya dengan RA Kartini dan Tjokroaminoto

5 November 2023

H. Agus Salim. Wikipedia.com
Mengenang H. Agus Salim, Berikut Profil The Grand Old Man Hubungannya dengan RA Kartini dan Tjokroaminoto

Mengapa H. Agus Salim dijuluki the Grand Old Man? Apa pula hubungannya dengan RA Kartini dan HOS Tjokroaminoto?


Seabad Pondok Modern Darussalam Gontor, Begini Profil dan Makna Panca Jiwa

22 Oktober 2023

Seorang anak digendong orang tuanya saat menyaksikan pertunjukkan yang ditampilkan dalam acara
Seabad Pondok Modern Darussalam Gontor, Begini Profil dan Makna Panca Jiwa

Pondok Modern Darussalam Gontor memperingati usianya ke-100 tahun pada Ahad, 22 Oktober 2023. Begini profil pondok pesantren di Ponorogo ini.


Sejarah dan Proses Grebeg Maulud, Makna Gunungan dan Kirab Prajurit Keraton

28 September 2023

Abdi dalem Keraton Yogyakarta membawa gunungan dari Kompleks Keraton Yogyakarta menuju Pakualaman saat acara Grebeg Maulud di Yogyakarta, Rabu, 21 November 2018. Dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW, Keraton Yogyakarta mengeluarkan tujuh gunungan. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Sejarah dan Proses Grebeg Maulud, Makna Gunungan dan Kirab Prajurit Keraton

Grebeg Maulud adalah prosesi yang rutin digelar saat perayaan kelahiran Nabi Muhammad oleh Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.


Kemarau, Petani di Ponorogo Sulit Mendapat Solar Bersubsidi

30 Agustus 2023

Sejumlah kendaraan bermotor antre untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) di SPBU di Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2022. Antrean tersebut terkait adanya isu rencana pemerintah menyesuaikan harga BBM jenis Pertalite dan Solar bersubsidi per tanggal 1 September 2022. ANTARA/M Risyal Hidayat
Kemarau, Petani di Ponorogo Sulit Mendapat Solar Bersubsidi

Ketika pasokan solar bersubsidi tersedia di SPBU, warga Ponorogo diminta antre untuk mendapatkan giliran pembelian.


Kekurangan Jumlah Guru di Ponorogo juga Jadi Salah Satu Sebab Sekolah Minim Murid

31 Juli 2023

Ilustrasi Sekolah Tatap Muka atau Ilustrasi Belajar Tatap Muka. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Kekurangan Jumlah Guru di Ponorogo juga Jadi Salah Satu Sebab Sekolah Minim Murid

Penambahan jumlah guru di Ponorogo tidak sebanding dengan perkembangan jumlah sekolah.


Mengenang 42 Tahun Buya Hamka Berpulang, Ini Saat Terakhir Ketua MUI dan Penulis Di Bawah Lindungan Ka'bah

25 Juli 2023

Buya Hamka, Jakarta, 1981. Dok.TEMPO/Ed Zoelverdi
Mengenang 42 Tahun Buya Hamka Berpulang, Ini Saat Terakhir Ketua MUI dan Penulis Di Bawah Lindungan Ka'bah

42 tahun lalu, Buya Hamka berpulang. Ini saat-saat terakhir eks Ketua MUI dan penulis Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van der Wijk.


Ditjen Imigrasi Beri Penghargaan 3 Petugasnya Usai Gagalkan Perdagangan Ginjal

23 Juli 2023

Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim saat membuka IMFEST 2023 di Denpasar Bali, Selasa, 18 Juli 2023.  TEMPO/M Julnis Firmansyah
Ditjen Imigrasi Beri Penghargaan 3 Petugasnya Usai Gagalkan Perdagangan Ginjal

Sindikat perdagangan ginjal ini terungkap berkat tiga petugas Ditjen Imigrasi itu mem-profiling warga yang akan mengajukan paspor.