Sulit membayangkan, Sneevliet yang kencang dengan pemikiran kirinya bersedia bergabung dalam Sarekat Islam dan ikut berada dibarisan di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto.
Bonnie menduga sifat ekletik menonjol dari Tjokro di masanya itu karena tokoh kelahiran Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882, itu pribadi sinkretis. Ia lahir sebagai generasi di mana tengah terjadi pembangunan berbagai macam kultur sehingga bisa melihat dunianya berwarna warni.
Dalam pergerakannya, Tjokro pun menjadi guru berpengaruh bagi sederet tokoh Indonesia yang pernah tinggal bersamanya. Mulai dari Soekarno yang mewakili golongan nasionalis, Musso-Alimin mewakili komunis, dan Kartosoewirjo pengusung ideologi Islam.
Namun, ujar Bonnie, masuknya berbagai elemen ke tubuh Sarekat Islam saat itu dalam perjalananya membuahkan terbentuknya kutub-kutub yang saling berlawanan karena terlalu otonom.
Salah satu kutub kuat yang terbentuk misalnya dari Sarekat Islam Semarang yang terpengaruh gagasan gagasan aliran kiri yang dipengaruhi ISDV yang di bawa Sneevliet. Kuatnya kelompok ini karena mengambil isu-isu populis saat itu seperti perjuangan buruh dan mengorganisir mogok.
Kelompok yang melahirkan tokoh seperti Semaun, Muso, dan Tan Malaka ini lalu menentang Tjokroaminto yang membawa Sarekat Islam mengambil jalan kooperatif lewat perjuangan parlementer dengan cara bergabung ke dalam Volksraad atau dewan rakyat pemerintah Hindia Belanda saat itu.
Tjokro menyadari organisasinya dalam bahaya sampai sakhirnya pada 1921 ia masuk penjara dan setelah keluar menulis buku berjudul Sosialisme Islam.
Bonnie menilai sikap Tjokro lewat buku yang ditulisnya merupakan sikap politiknya yang prihatin melihat organisasinya di ujung tanduk dengan munculnya kutub-kutub seperti Sarekat Islam merah, putih, dan lainnya yang saling bertentangan. Hingga akhirnya kutub-kutub itu benar-benar terpecah belah.
Redaktur Khusus Tempo Gendur Sudarsono yang membuka diskusi publik itu menuturkan sosok dan pemikiran Tjokroaminoto masih cukup relevan untuk digaungkan lagi kepada generasi milenial saat ini sebagai satu referensi sejarah.
“Tjokro sosok yang sangat unik karena ia adalah gurunya para tokoh nasional, kiprahnya layak untuk terus didiskusikan dan menjadi inspirasi,” ujarnya.