TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Desmond J. Mahesa mencecar balik calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Capim KPK Lili Pintauli Siregar soal justice collaborator.
Lili mengeluhkan kesulitan yang pernah dialaminya selaku Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi (LPSK) dalam mengakses Justice Collaborator atau JC. Lili mengeluh, selama 10 tahun JC yang diajukan lembaganya ditolak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Desmond, Lili tak paham dengan aturan soal JC. "Kesan saya dari jawaban-jawaban itu, kalau di sana (LPSK) tuh belajar lagi lah," ujar Desmond dalam proses uji kelayakan dan kepatutan di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 11 September 2019.
"Anda pernah di LPSK 10 tahun? Sudah paham UU LPSK? Paham juga UU KPK, nggak?" kata Desmond lagi.
"Paham," ujar Lili.
"Oke, kalau Anda paham, yang punya kapasitas dalam dua UU tersebut untuk JC siapa sebenarnya?" kata politikus Gerindra itu.
Menjawab pertanyaan tersebut, Lili mengatakan berdasarkan UU LPSK, lembaga yang kini dipimpinnya itu diberi kewenangan untuk menentukan JC. Selain itu, ujar dia, KPK juga sebagai penentu JC. Di Sema (Surat Edaran Mahkamah Agung) No.4/2011, lanjut Lili, hakim juga berwenang menentukan JC.
Saat ditanya pasal berapa yang mengatur kapasitas JC dalam UU KPK, Lili menyebut hal itu tidak disebut dengan jelas dalam UU KPK.
"Oke, itu saja Anda sudah mengada-ada, udah enggak benar itu," ujar Desmond membalas jawaban Lili.
Desmond menjelaskan, di Indonesia LPSK-lah yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan JC. "Harusnya Anda yang selama ini memberitahu ke KPK, JC itu wilayah LPSK. Saya jadi ragu kepada Anda," ujar Desmond menghentikan pertanyaannya, setelah itu keluar ruangan.
Justice Collaborator atau pelapor tersangka adalah saksi yang juga sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Saksi seperti ini juga biasa disebut “saksi mahkota”, “saksi kolaborator”, dan “kolaborator hukum.”
Jika menilik Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengatur hubungan antara kesaksian justice collaborator dan hukuman yang diberikan. Pasal ini berbunyi: “Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat meringankan pidana yang akan dijatuhkan terhadapnya.”