TEMPO.CO, Jakarta - Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Yudi Purnomo Harahap menyatakan keputusan Sekretariat Negara atau Setneg tak memproses permohonan pemberhentian Firli Bahuri dari jabatan Ketua KPK sudah tepat. Yudi menilai Firli Bahuri menjebak Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena mengirimkan surat mengundurkan diri tak sesuai prosedur.
“Memang tak mengatur perihal masalah itu. Undang-Undang KPK mengatur Firli sebagai pimpinan KPK bisa berhenti karena berhenti atau diberhentikan karena meninggal dunia; berakhir masa jabatannya; melakukan perbuatan tercela; menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan; berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari tiga bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya; mengundurkan diri; atau dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini,” ujar Yudi kepada Tempo, Sabtu, 23 Desember 2023.
Yudi awalnya mengira saat Firli mengumumkan tak bisa melanjutkan masa perpanjangan jabatan Ketua KPK hingga 20 Desember 2024, memang mengajukan permohonan mengundurkan diri seperti prosedur biasa. Namun nyatanya yang diajukan Firli Bahuri pada 18 Desember 2023 itu pernyataan mundur dengan bunyi berhenti bukan pengajuan permohonan mundur.
“Apa yang dilakukan Firli itu merupakan tindakan setengah hati untuk mundur sekaligus bisa menjebak Presiden melakukan kesalahan ketika mengeluarkan Keputusan Presiden memberhentikan Firli padahal tak ada dasar hukumnya. Untung saja Setneg cepat tanggap,” ujarnya.
Menurut Eks Ketua Pegawai KPK itu, jika memang Firli Bahuri ingin mundur sebaiknya membuat permohonan sesuai prosedur yang ada. Yudi mencontohkan, misal Wakil Ketua KPK yang lalu yaitu Lili Pintauli yang mundur, jelas bahwa suratnya mengajukan pengunduran diri, bukan pernyataan berhenti. “Dalam menghadapi perilaku Firli, memang penegak hukum dan pemerintah perlu hati-hati dan tetap berpedoman pada asas dan ketentuan hukum berlaku,” kata dia.
Ia pun meminta Firli agar kooperatif terhadap proses dan tak sering mangkir karena bisa berakibat ditangkap apalagi tengah berstatus tersangka rasuah. Selain itu, kata dia, dengan adanya surat Setneg maka Firli masih Ketua KPK dengan status non aktif sampai ada pemenuhan syarat sesuai undang-undang diberhentikan. “Misal, kasus korupsinya sudah dilimpahkan ke pengadilan dan dia menjadi terdakwa atau mengajukan surat pengunduran diri yang benar sesuai aturan agar diproses. Sekarang juga masyarakat menanti hukuman etik Firli dari Dewas seperti apa yang akan dijatuhkan. Semoga putusannya berat untuk menjaga muruah KPK,” ujarnya.
Sebelumnya, Surat pengunduran diri dari Firli Bahuri diterima Kementerian Sekretaris Negara sejak 18 Desember lalu. Pihak istana negara menilai pernyataan berhenti tak tertuang sebagai syarat pemberhentian Pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU KPK. Dengan demikian Keppres pemberhentian sementara masih tetap berlaku sampai ada proses hukum berikutnya.
Dalam Pasal 32 UU KPK, syarat pemberhentian yang diatur adalah meninggal dunia, berakhir masa jabatan, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa, berhalangan tetap, mengundurkan diri, dikenai sanksi berdasarkan undang-undang.
Pilihan Editor: Andi Widjajanto Trauma dengan Teknik Singkatan Jokowi yang Dipakai Gibran di Debat Cawapes