TEMPO.CO, Yogyakarta- Abdul Aziz, Doktor lulusan UniversitasIslam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta atau UIN Yogya, dalam disertasi menerangkan akad atau perjanjian hubungan intim tanpa nikah sesuai konsep Milk Al-Yamin dari Muhammad Syahrur.
Dia mengatakan akad atau perjanjian disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat masing-masing. Bahkan, menurut dia, perjanjian hubungan intim di luar nikah bisa secara lisan dan ini tidak melanggar syariat Islam.
"Boleh lisan. Itu bergantung kebutuhan kedua belah pihak," kata Abdul Aziz ketika dihubungi Tempo hari ini, Selasa, 3 September 2019.
Dosen IAIN Surakarta tersebut menjelaskan perjanjian juga bisa tertulis.
Menurut Abdul Aziz, gambaran hubungan intim tanpa nikah tafsir Milk Al-Yamin ala Muhammad Syahrur persis seperti hidup bersama tanpa ikatan pernikahan (samen leven).
Dalam hubungan itu, sejak awal hingga akhir harus ada kesepakatan bersama alias tidak boleh ada pemaksaan.
“Akadnya lebih sederhana. Yang penting keduanya menyadari betul tindakan dan konsekuensi hubungan tersebut."
Abdul Aziz menjelaskan kesepakatan baik tertulis maupun lisan itu untuk mencegah penipuan. Tidak sedikit perempuan bersedia berhubungan seksual dengan laki-laki karena tergiur oleh janji-janji, misalnya, akan dinikahi. Padahal, laki-laki tersebut sekedar ingin bersenang-senang.
Bila salah satu pihak, baik pria maupun wanita, menipu maka bisa dipersoalkan menggunakan perangkat hukum yang ada, misalnya KUHP. "Dilaporkan sebagai penipuan. Ini yang saya usulkan ada perangkat hukum yang mengawalnya," ucap Abdul Azis.
Hubungan intim tanpa nikah (nonmarital) sesuai konsep Milk Al-Yamin dalam disertasi Abdul Azis dilakukan oleh pasangan lajang atau pria yang sudah beristri. Namun dilarang dilakukan oleh wanita yang berstatus istri. Dalam pemikiran Syahrur, tindakan disebut zina hanya jika dilakukan di depan umum.
Abdul Aziz menyampaikan disertasi bertema hubungan intim tanpa nikah dengan konsep Milk Al-Yamin dari Muhammad Syahrur pada Rabu lalu, 28 Agustus 2019 di UIN Yogya. Aziz pun lulus menjadi doktor dari UIN Yogya dengan nilai yang memuaskan.
Khoiruddin, penguji disertasi sekaligus promotor Abdul Aziz, berpendapat ada akad dalam hubungan nonmarital tapi isinya hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis, bukan membentuk keluarga. Berbeda dengan akad nikah untuk berkeluarga, membentuk, dan membangun keluarga.
“Dua-duanya ada akad dan ada syarat rukun. Yang membedakan keduanya adalah tujuannya. Kalau ada yang di luar itu, ya perlu dikritik," tutur Khoiruddin.
SHINTA MAHARANI