TEMPO.CO, Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Al Makin, melarang acara bertajuk Festival Keadilan, Ahad, 10 Desember 2023. Acara di kampus UIN Yogya itu mendatangkan sejumlah aktivis dan intelektual yang kerap mengkritik pemerintah.
Festival Keadilan digagas Social Movement Institute atau SMI, organisasi non-pemerintah yang beranggotakan aktivis yang rutin menggelar Aksi Kamisan bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan atau KontraS. Keduanya aktif menuntut pemerintah menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia melalui berbagai demonstrasi dan diskusi.
Semula panitia menjadwalkan acara itu di GOR tenis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Panitia juga telah mengirimkan surat permohonan peminjaman tempat sejak Rabu, 4 Desember 2023. Tapi, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Al Makin, tiba-tiba melarang diskusi itu menjelang acara.
"Kami kecewa karena rektor membreidel diskusi kami," kata panitia acara, Eko Prasetyo, ditemui Tempo di Bento Kopi Godean di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Ahad, 10 Desember 2023.
Panitia memindahkan acara di Bento Kopi Godean setelah mendapatkan kabar dari Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga bahwa rektor melarang acara tersebut.
Festival Keadilan yang berlangsung pada Ahad malam, tepat memperingati Hari HAM sedunia itu, berisi orasi pengamat politik Rocky Gerung, pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, dan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur.
Semuanya mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang memberi karpet merah terhadap oligarki dan sistem politik yang merusak demokrasi dan jauh dari keadilan hukum. Mereka juga mengkritik Rektor Al Makin yang melarang diskusi. "Seperti oligarki kecil karena kampus melarang anak muda ngomongin politik," kata Fatia.
Politik yang Fatia maksud bukan politik praktis, melainkan pembangkangan kalangan muda terhadap otoritarianisme yang merusak demokrasi. Ratusan peserta acara yang sebagian kalangan muda dan memenuhi kafe di tengah sawah itu menimpali setiap orasi dengan mengolok Al Makin.
Menurut Eko, Festival Keadilan berisikan masyarakat sipil sebagai oposisi oligarki dan membicarakan kritik terhadap pemerintah. Mereka membentuk komite politik sebagai wadah untuk menampung orang-orang di luar politik elektoral. Acara yang sama sebelumnya telah digelar di 11 kota.
Eko menduga larangan diskusi itu karena tekanan pemerintah terhadap Al Makin. Tempo membaca pesan Rektor Al Makin yang menegaskan semua acara politik tidak boleh dilakukan di kampus. Al Makin menyebut dia tidak dimintai izin. Dia juga meminta pembatalan acara. "Bahaya," kata Al Makin dalam pesan singkat WA itu.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Abdur Rozaki belum merespon konfirmasi yang Tempo kirim melalui pesan singkat WhatsApp.
Pilihan Editor: Saat Pakar Menolak Permintaan KPU Jadi Panelis Debat Capres-Cawapres