TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Agama dan Sosial Dewan Perwakilan Rakyat RI, Marwan Dasopang, mengatakan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan dilanjutkan pekan depan. "Rapat panitia kerja memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah," ucapnya saat dihubungi, Kamis, 7 Maret 2019.
Baca juga: Kementerian Perempuan Targetkan RUU PKS Disahkan Agustus 2019
Marwan menyatakan bahwa parlemen berkomitmen menyelesaikan RUU ini sebelum periode DPR RI 2014-2019 berakhir pada September mendatang. Dia mengaku pembahasan RUU ini sulit dirampungkan sebelum pemilihan umum pada 17 April mendatang. Panitia Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, ujarnya, sudah mengadakan rapat bersama fraksi maupun mitra atau pemerintah.
Marwan menyayangkan spekulasi yang beredar di masyarakat. Misalnya, ucap dia, ada opini seolah-olah RUU ini memberi keleluasan kepada kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Adapun di internal parlemen, penolakan disampaikan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan alasan yang sama.
Menurut Marwan, salah satu pembahasan yang berkembang di rapat DPR adalah definisi kekerasan seksual yang dikhawatirkan bermakna ganda. Mengenai kemungkinan multitafsir pada pasal tersebut, dia mengimbuhkan, bisa diantisipasi dengan pasal-pasal berikutnya yang lebih tegas. Perihal keberatan PKS, ia mengungkapkan, fraksi itu belum menyampaikan pandangannya di panitia kerja. "Nanti kami akan meminta pandangan dari fraksi-fraksi,” dia mengungkapkan.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diinisiasi oleh DPR dan diusulkan pada 2017. RUU ini kemudian masuk Program Legislasi Nasional 2018. Namun pembahasan RUU tersebut mandek, sekalipun pelbagai kelompok masyarakat mendesak agar RUU ini segera disahkan.
Baca juga: DPR Diminta Segera Selesaikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Sejak 2014, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan yang dirilis kemarin untuk menyambut peringatan Hari Perempuan Internasional 8 Maret, pada 2018 terdapat 5.509 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang dilaporkan.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Vennetia R. Danes, menargetkan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan pada Agustus mendatang. "Target kami, Agustus sudah harus selesai untuk menghasilkan hal-hal yang baik untuk negeri," kata Vennetia, bulan lalu.
Vennetia mengungkapkan, pembahasan daftar inventarisasi masalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual antara legislatif dan eksekutif secara formal belum dimulai. Ia menuturkan, pembahasan baru akan dimulai setelah pemilihan umum. Secara etika, Kementerian tidak bisa mendesak DPR untuk segera membahas. "Mereka sudah memiliki jadwal. Kami meyakinkan sedikit melalui pertemuan-pertemuan."
Menurut Vennetia, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera disahkan lantaran Kementerian Perempuan menerima laporan 7.238 kasus kekerasan seksual pada 2018. Selain itu, dalam survei yang dilakukan Kementerian Perempuan pada akhir 2018, terdapat satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan.
Baca: Puan Maharani Minta DPR Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Keberadaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga penting sebagai payung hukum untuk memberikan perlindungan kepada korban dan menyiapkan infrastruktur pendukung. "Di dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukan hanya ada pasal untuk menghukum pelaku, tapi juga merehabilitasi korban dan menyediakan infrastruktur," kata dia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | FRISKI RIANA | REZKI ALVIONITASARI