TEMPO.CO, Jakarta - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menceritakan pengalamannya pernah menangani kasus persaingan antar bisnis yang memalsukan akta notaris. Bahkan pemalsuan ini mendapatkan perlindungan dari pejabat di kementerian.
"Saya pernah menangani antar bisnis, saling mencuri, lalu yang satu minta perlindungan ke pejabat," kata Mahfud saat ditemui di agenda diskusi publik Kemitraan Indonesia dalam rangka peluncuran laporan penelitian bertajuk Catatan Kelabu Perlindungan terhadap Pembela HAM 2014-2024, Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat, 27 September 2024.
Kasus ini dianggap Mahfud sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM, karena mengambil yang bukan haknya, serta merugikan orang lain.
Menurut Mahfud, akta notaris yang dipalsukan itu berhasil mendapatkan tempat di pengadilan dan dinyatakan sah secara hukum. Fenomena serupa ini, kata Mahfud, bukan sekali dua kali dihadapi sejak dia berada di pemerintahan.
"Yang saya tangani yang kayak gitu tuh tidak kurang dari tiga, kasus-kasus besar semua," ujar Mahfud.
Dia menilai, pelanggaran HAM tidak hanya berbentuk serangan atau ancaman, namun memiliki cakupan yang sangat luas, salah satunya kasus pemalsuan akta notaris itu.
Walau memiliki cakupan yang luas, Mahfud menyebut sumber penyebabnya tetap bersumber dari muara yang sama, yakni kepentingan terhadap ekonomi dan bisnis.
Bahkan, Mahfud menuding pemerintah juga berpotensi untuk menjadi pemain di arena kepentingan bisnis itu. "Kalau saya melihat, ada benturan kepentingan, lalu orang mencari beking-bekingan di atas," ujar Mahfud.
Pilihan Editor: Jokowi Berkali-kali Sebut Ide Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta Digagas Sejak Era Sukarno