TEMPO.CO, Jakarta - Staf Ahli Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, mengatakan kenaikan premi belum menjadi solusi yang diambil pemerintah untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Pemerintah masih mendiskusikan cara paling tepat untuk menyelesaikan masalah.
Baca: Fahri Hamzah: Jokowi Harus Tangani Defisit BPJS Kesehatan
Erani menuturkan, pemerintah ingin penyelesaian yang sistemik. "Jadi dibangun sistem yang mapan," katanya di Cikini, Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2018.
Dia menuturkan, usulan untuk menaikkan premi sudah dibahas tetapi fokus pemerintah tak hanya itu. Pemerintah juga harus memastikan asuransi kesehatan bisa diakses semua masyarakat, layanan yang diberikan cepat dan murah, serta BPJS Kesehatan mampu melakukannya. Peran pemangku kepentingan lainnya, seperti dokter dan rumah sakit juga harus dipahami secara keseluruhan.
Setelah tiga tahun berjalan, Erani mengatakan diskusi mengenai langkah penyelamatan BPJS Kesehatan masih terus bergulir. "Saya kira yang paling penting adalah bagaimana kita bisa membangun sebuah keputusan yang kredibel dan itu menjadi salah satu prioritas pemerintah pada hampir semua sektor, analisis mendalam diperlukan," katanya.
Baca: Jokowi Ingatkan Agar Masalah Defisit BPJS Kesehatan Tak Terulang
Erani mengaku tak mengetahui kapan pemerintah akan mengambil keputusan terkait defisit BPJS Kesehatan. Namun, dari pidato Presiden Joko Widodo kemarin, menurut dia, bisa menjadi pemicu untuk penyelesaian masalah ini.
Jokowi berbicara dengan nada suara meninggi ketika menyinggung defisit BJPS Kesehatan di pembukaan Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia kemarin. Jokowi menilai urusan defisit ini semestinya bisa diselesaikan sendiri oleh Menteri Kesehatan dan Direktur Utama BPJS karena defisit ini sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu dan seharusnya sudah ada solusi.
"Masa setiap tahun harus dicarikan solusi. Mestinya sudah rampung di Menkes, di Dirut BPJS. Urusan pembayaran utang RS sampai ke Presiden. Ini kebangetan sebetulnya. Kalau tahun depan masih diulang, kebangeten," kata Jokowi di Jakarta Convention Center, Rabu, 17 Oktober 2018.
Sebelumnya pemerintah memutuskan mengucurkan Rp 4,9 triliun untuk menutup defisit BPJS Kesehatan. Dana talangan ini berdasarkan tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit hingga Juli 2018. Namun, Jokowi mengatakan, pihak BPJS menganggap angka itu masih kurang. Dia menilai seharusnya BPJS memperbaiki manajemennya ketimbang terus meminta bantuan pemerintah.