Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

PBNU, ICJR dan Setara Kritik Vonis Kasus Penistaan Agama Meiliana

image-gnews
Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pasca kerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatera Utara, 30 Juli 2016. ANTARA/Anton
Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pasca kerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatera Utara, 30 Juli 2016. ANTARA/Anton
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta – Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Medan terhadap terdakwa kasus penistaan agama, Meiliana, menuai kritik. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas menilai penyampaian keluhan terhadap suara azan yang dianggap terlalu lantang adalah bagian dari hak menyampaikan pendapat, bukan termasuk kategori penistaan agama. Karena itu, semestinya Meiliana tidak dihukum.

“Mengungkapkan keberatan karena suara azan yang terlalu lantang tak termasuk sebagai ekspresi kebencian terhadap golongan atau agama tertentu,” kata Robikin, Rabu, 22 Agustus 2018.

Baca: Ini Kronologi Kasus Penistaan Agama Meiliana di Tanjung Balai

Kasus Meiliana bermula ketika ia menyampaikan keluhannya mengenai suara azan dari masjid di dekat rumahnya yang terlalu lantang kepada tetangganya. Keluhan tersebut lantas disampaikan ke pengurus masjid.

Pengakuan Meiliana lantas menyinggung sejumlah orang yang berujung pada aksi massa yang merusak rumahnya. Bahkan, massa merusak dan membakar empat vihara di Tanjung Balai, Sumatera Utara, 29 Juli 2016. Mereka berdalih Meiliana telah menistakan agama Islam karena mempersoalkan suara azan.

Kepolisian dan kejaksaan kemudian menyeret Meiliana ke meja pengadilan dengan tuntutan Pasal 156 dan 156a KUHP. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, Meiliana terbukti sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan dan penodaan terhadap agama di muka umum. “Menjatuhkan kepada terdakwa pidana selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan,” kata ketua majelis hakim, Wahyu Prasetyo Wibowo pada Selasa, 21 Agustus 2018.

Baca: PBNU: Katakan Suara Adzan Terlalu Keras Bukan Penistaan Agama

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Vonis terhadap Meiliana itu jauh lebih berat dibanding vonis terhadap para pelaku perusakan dan pembakaran vihara. Mereka hanya diberi sanksi 3 bulan penjara.

Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menilai proses hukum terhadap Meiliana adalah bukti masih takutnya aparat penegak hukum terhadap aksi massa. Persidangan memang selalu diwarnai aksi massa yang meminta hakim menjatuhkan sanksi berat kepada Meiliana. “Nilai-nilai toleransi di masyarakat semakin tipis, lantaran perbedaan selalu ditanggapi dengan kriminalisasi,” kata Bonar.

Setara Institute mencatat dalam kurun 1,5 tahun terakhir ini sudah ada 19 kasus penistaan agama. "Itu semua hanya karena persoalan yang sebenarnya tak patut dijadikan perbuatan kriminal," kata Bonar.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform, Anggara, mengatakan pasal karet dalam aturan penistaan agama kembali menunjukkan sisi multitafsir pada sebuah kasus hukum. Ia menilai vonis kepada Meiliana semakin membuktikan pasal tersebut kerap digunakan untuk menyerang kelompok minoritas.

Menurut dia, keberadaan pasal tersebut justru akan memperburuk iklim toleransi yang sudah dibangun masyarakat. “Seperti kebebasan beragama, kebebasan berpendapat juga dijamin konstitusi, dijamin Undang-Undang Dasar 1945,” kata Anggara.

Baca: Terdakwa Penistaan Agama Di Tanjung Balai Divonis 1,5 Tahun Penjara

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Tanggapan PBNU, PP Muhammadiyah hingga Kadin

13 jam lalu

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Tanggapan PBNU, PP Muhammadiyah hingga Kadin

Reaksi PBNU, PP MUhammadiyah, Kadin Terhadap Penetapan Prabowo - Gibran Pemenang Pilpres 2024 oleh KPU


Begini Sosok TikToker Asal Bekasi Galih Loss yang Ditangkap Kasus Penistaan Agama

1 hari lalu

Galih Loss. Foto: Instagram.
Begini Sosok TikToker Asal Bekasi Galih Loss yang Ditangkap Kasus Penistaan Agama

Di mata tetangga, Galih Loss disebut jarang bercengkerama dengan warga sekitar.


Galih Loss Minta Maaf Usai Buat Video Penistaan Agama di TikTok

1 hari lalu

Tiktoker Galihloss3 memegang HP yang digunakan untuk mengunggah konten yang diduga bermuatan SARA. Dokumentasi Polda Metro Jaya
Galih Loss Minta Maaf Usai Buat Video Penistaan Agama di TikTok

Galih Loss Minta maaf dan mengakui video TikTok yang diunggah menistakan agama Islam.


Selain Galih Loss, Ini Daftar Kasus Dugaan Penistaan Agama di Indonesia

1 hari lalu

Kreator Konten, Galih Loss. Foto: Instagram.
Selain Galih Loss, Ini Daftar Kasus Dugaan Penistaan Agama di Indonesia

Kasus yang menjerat Galih Loss menambah daftar panjang kasus penistaan agama di Indonesia.


Ini Isi Konten TikToker Galih Loss yang Diduga Lakukan Penistaan Agama

1 hari lalu

Galih Noval Aji Prakoso ditangkap polisi pada 22 April 2024 karena unggahan video di TikTok @galihloss3 soal penyebaran kebencian berbasis SARA. Sumber: Polda Metro Jaya
Ini Isi Konten TikToker Galih Loss yang Diduga Lakukan Penistaan Agama

TikToker Galih Loss ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.


Profil Galih Loss, TikTokers yang Ditangkap Karena Penistaan Agama

1 hari lalu

Galih Loss. Foto: Instagram.
Profil Galih Loss, TikTokers yang Ditangkap Karena Penistaan Agama

Profil Galih Loss yang ditangkap Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terkait penistaan agama.


Gilbert Lumoindong Dilaporkan ke Polisi, SETARA Institute: Pasal Penodaan Agama Jadi Alat Gebuk

1 hari lalu

Gilbert Lumoindong. Instagram
Gilbert Lumoindong Dilaporkan ke Polisi, SETARA Institute: Pasal Penodaan Agama Jadi Alat Gebuk

Pendeta Gilbert Lumoindong dilaporkan ke polisi atas ceramahnya yang dianggap menghina sejumlah ibadah umat Islam.


Respons PBNU dan Muhammadiyah terhadap Putusan MK

2 hari lalu

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, 22 April 2024. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan capres-cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang diajukan dalam sidang putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. ANTARA/M Risyal Hidayat
Respons PBNU dan Muhammadiyah terhadap Putusan MK

Haedar Nashir puji Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud yang menerima hasil putusan MK.


Sebelum Ditangkap, Galih Loss Menyatakan Berhenti Bikin Konten

2 hari lalu

Galih Loss. Foto: Instagram.
Sebelum Ditangkap, Galih Loss Menyatakan Berhenti Bikin Konten

Sehari sebelum ditangkap, Galih Loss mengunggah video yang menyatakan berhenti membuat konten.


SETARA Institute Minta Polda Metro Jaya Terapkan Restorative Justice atas Laporan Penistaan Agama oleh Gilbert Lumoindong:

2 hari lalu

Gilbert Lumoindong. Instagram
SETARA Institute Minta Polda Metro Jaya Terapkan Restorative Justice atas Laporan Penistaan Agama oleh Gilbert Lumoindong:

Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan menyebut seharusnya polisi mengabaikan dan tidak menindaklanjuti laporan terhadap Gilbert Lumoindong