TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau E-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong, akan menjalani sidang pembacaan pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis siang nanti, 14 Desember 2017. Pengacara Andi, Samsul Huda mengatakan, nota pembelaan tidak akan dibacakan langsung oleh kliennya, melainkan melalui tim kuasa hukum.
"Nanti dibacakan oleh kuasa hukum," kata Samsul saat dihubungi Tempo, Kamis, 14 Desember 2017.
Baca juga: Pengacara Setya Novanto: Pemutaran Video Sidang Andi Narogong Tak Relevan
Menurut Samsul, dalam persidangan-persidangan sebelumnya, Andi dianggap sudah cukup menyampaikan fakta-fakta ihwal mega korupsi tersebut. Samsul mengatakan, sidang nanti giliran kuasa hukum yang akan menyampaikan fakta hukum. "Domain of fact-nya sudah Andi, sekarang domain of law-nya kita," ujarnya.
Pada 7 Desember lalu, jaksa menuntut Andi Narogong dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menilai Andi terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan kedua.
Dalam proyek e-KTP, Andi dituntut bersalah karena menyalahgunakan wewenang Setya Novanto, yang ketika proyek ini digagas pada 2010-2011 menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR. Setya Novanto sendiri disebut mendapat uang US$ 7 juta serta jam tangan merek Richard Mille senilai US$ 135 ribu atas perannya dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Selain itu, jaksa menyebut Andi memanfaatkan kedekatannya dengan para pejabat Kementerian Dalam Negeri. Bersama mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan Sugiharto, Andi mengatur pemenangan tender proyek e-KTP. Proses lelang dan pengadaan dalam proyek e-KTP diatur oleh Irman dan Sugiharto kemudian diinisiasi oleh Andi yang membentuk tim Fatmawati.
Jaksa turut menyebut beberapa anggota tim Fatmawati mendapatkan fee dari proyek tersebut. Mereka adalah Jimmy Iskandar, Eko Purnomo, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan masing-masing menerima Rp 60 juta.
Andi juga diduga sebagai aktor yang membentuk konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Astapraphia dan Murakabi Sejahtera. Andi kemudian mengarahkan pemenang proyek e-KTP kepada PNRI. Konsorsium PNRI sendiri terdiri PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra.
Dalam sidang tuntutan sebelumnya, jaksa turut mempertimbangkan status justice collaborator yang diterima Andi sebagai hal-hal yang meringankan. Andi ditetapkan sebagai justice collaborator oleh KPK melalui Surat Keputusan Pimpinan KPK RI No. KEP 1536/01-55/12/2017 Tanggal 5 Desember 2017. Status justice collaborator diterima Andi karena dia membeberkan proses kongkalikong dalam korupsi yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.
Andi Narogong ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP oleh KPK pada 23 Maret 2017. Pria yang memiliki usaha konfeksi di Bekasi itu adalah orang ketiga yang ditetapkan sebagai tersangka setelah Irman dan Sugiharto.