TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mempermasalahkan pembentukan panitia khusus hak angket KPK oleh sejumlah fraksi di DPR RI. Sebanyak lima fraksi diketahui telah mengirimkan nama-nama anggota untuk mengisi pansus tersebut.
Persoalan yang disorot ICW, salah satunya adalah tindakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang memutuskan pembentukan hak angket KPK melalui ketuk palu, tanpa mempertimbangkan pendapat anggota dewan yang tidak setuju dengan penggunaan hak angket.
Baca juga:
Nama-nama Anggota Lima Fraksi di Pansus Hak Angket KPK
"Harusnya kan voting dulu, dan itu kan tidak dilakukan. Jadi itu cacat hukum. Bahkan ada yang melakukan aksi walk out," ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz dalam suatu diskusi di kantornya, Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Rabu, 31 Mei 2017.
Menurut dia, langkah DPR telah menerobos aturan hukum yang berlaku, sekaligus menunjukkan arogansi terhadap langkah hukum yang dilakukan KPK. Alasannya, persoalan hak angket dinilai berawal dari pemeriksaan politisi Partai Hanura, Miryam S. Haryani, terkait dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik (e-KTP). Kasus itu sempat diyakini akan menyeret banyak nama di parlemen.
Baca pula:
Pansus Hak Angket Terbentuk, KPK: Penanganan Korupsi Terus
Donal pun mengungkapkan sejumlah poin yang mengindikasikan pelanggaran hukum serius di balik pembentukan Pansus Hak Angket. Menurutnya, pembentukan pansus dari lima fraksi di DPR bertentangan dengan Pasal 201 UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Pembentukan pansus memerlukan persetujuan semua fraksi.
Dalam konteks pembentukan Pansus Hak Angket, fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menyatakan tidak akan mengirim wakilnya untuk menjadi anggota. Pembentukan pansus tersebut, menurut Donal, juga berpotensi merugikan Negara, lantaran biaya yang digunakan dalam pembentukannya bersumber dari anggaran DPR.
Silakan baca:
Praperadilan Miryam Ditolak, KPK: Hak Angket Semakin Tak Relevan
"Pembentukan angket berpotensi merugikan negara. Jadi cacat hukum, maka negara harus menanggung kerugian tersebut." kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Tama Satrya Langkun, dalam diskusi yang sama.
ICW, dalam hal ini, mendorong fraksi-fraksi di DPR agar tidak mengirimkan perwakilannya sebagai anggota panitia hak angket KPK. Pihak KPK sendiri tak mempermasalahkan pembentukan Pansus Hak Angket. Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, berkata pihaknya tidak bisa mencampuri urusan dan hak-hak kelembagaan DPR.
Meskipun begitu, dia berharap permasalahan yang ada di KPK tidak perlu sampai dibawa ke dalam hak angket. "Silakan berproses seperti apa adanya di DPR. Kami di KPK berharap ini bukan sesuatu hal yang luar biasa untuk dibicarakan di pansus," kata Laode di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa kemarin.
YOHANES PASKALIS | AHMAD FAIZ