TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Pers menyatakan kecewa pada proses penanganan polisi atas aksi kekerasan yang dialami tiga jurnalis asing pada unjuk rasa Papua di Bundaran HI, pekan lalu. "Ini catatan buruk kepolisian. Dua bulan, ada tiga kasus terkait kekerasan jurnalis ketika meliput isu Papua atau di Papua," kata Ade Wahyudi, perwakilan LBH pers dalam jumpa pers di Gedung LBH Jakarta, Rabu, 2 Desember 2015.
Dalam rilisnya, LBH Pers menyebutkan ada tiga orang jurnalis asing yang menjadi korban pemukulan polisi. Mereka adalah Step Vaessen (Al-Jazeera), Chris Burmitt (Bloomberg), dan Archicco (ABC Australia). Mereka menerima perlakuan tidak menyenangkan oleh beberapa orang anggota kepolisian saat tengah melaksanakan kegiatan jurnalisme. Perlakuan tersebut diterima ketika mereka mengambil gambar kekerasan yang dilakukan pihak kepolisian dalam aksi unjuk rasa yang digelar Aliansi Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali di Bundaran Hotel Indonesia, Selasa, 1 Desember 2015.
Menurut keterangan salah satu saksi mata, Andylala Waluyo, kekerasan bermula ketika Archicco tengah mengambil gambar. "Ketika diserang, Chicco dipukulin, Step mengambil gambar (pemukulan terhadap Chicco) kemudian Step ditarik ke trotoar. Kemudian Chris yang melihat juga diajak minggir," ujar Andy. Andy berpendapat, hal ini terjadi akibat kelengahan teman-teman jurnalis lain yang tidak sadar mengenai penyerangan terhadap jurnalis asing tersebut.
Lebih lanjut, Andy yang juga merupakan anggota Tim Advokasi Pembela Kebebasan Pers dan Kebebasan Berekspresi menjelaskan hasil jepretan jurnalis asing tersebut dipaksa untuk dihapus. "Pas saya nyamperin mereka (anggota kepolisian) si Chris diambil HP-nya di belakang saya," ujar Andy. Kemudian ia meminta anggota kepolisian tersebut mengembalikan telepon genggam Chris. "Kasih itu HP kepada Chris karena dia adalah wartawan."
Menanggapi tindakan tersebut, LBH Pers berpendapat tindakan aparat kepolisian tersebut mencederai kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Tidak hanya itu, menurut LBH pers, bentuk penghalangan atau hambatan peliputan juga melanggar Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sedangkan aksi kekerasan yang dialami jurnalis asing tersebut juga merupakan tindak pidana yang diatur dalam pasal 352 KUHP.
LBH Pers juga mendesak Kepala Polri memerintahkan Kepala Polda Metro Jaya dan Kapolda Papua agar mengusut tuntas aksi kekerasan oleh aparat kepolisian tersebut. Selain itu, LBH pers mengimbau Kompolnas dan Komnasham agar menyelidiki pelanggaran kebebasan pers tersebut. Terakhir, LBH pers juga mengajak Dewan Pers untuk mengusut tuntas kasus dugaan kekerasan tersebut.
Kemarin, 1 Desember 2015, puluhan mahasiswa asal Papua ditangkap saat menggelar unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia. Sekitar 150 mahasiswa berkumpul di dua titik di bundaran HI sehingga menghambat lalu lintas.
RICO | WD