TEMPO.CO, Banda Aceh - Laksamana Malahayati, laksamana perempuan di Aceh, diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. "Agar perjuangan para pahlawan menjadi pembelajaran bagi generasi sekarang dan di masa mendatang," kata Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam sambutan singkatnya saat membuka 'Seminar Laksamana Malahayati sebagai Pahlawan Nasional' di Banda Aceh, Kamis 3 Agustus 2017.
Menurut Nova, penggalian terhadap kisah perjuangan para pahlawan seperti Malahayati sudah semestinya dilakukan lebih terstruktur dan sistematis, agar jasa mereka untuk bangsa ini tidak dilupakan oleh generasi mendatang. Dia berharap seminar tersebut memberi pencerahan tentang kepahlawanan Laksamana Malahayati dalam mempertahankan kedaulatan negeri, sehingga dapat melahirkan rekomendasi agar ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Saat ini, secara nasional, Indonesia baru memiliki 168 orang Pahlawan Nasional dan dari jumlah tersebut hanya ada 12 orang Pahlawan Perempuan. Dan, dari sekian banyak pejuang kemerdekaan di Aceh, hingga saat ini hanya ada tujuh orang yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, yaitu Tgk Chik di Tiro (1836-1891), Teuku Umar (1854-1899), Sultan Iskandar Muda (1590-1636), Cut Nyak Dhien (1848-1908), Cut Nyak Meutia (1870-1910), Teuku Nyak Arief (1899-1946), dan Teuku Muhammad Hasan (1906-1997).
“Tak terbantahkan lagi, bahwa di Aceh banyak sekali terdapat pejuang untuk mempertahankan kedaulatan bangsa dari invasi para penjajah. Salah satunya adalah Laksamana Malahayati. Namun belum semua jejak perjuangan beliau dapat kita gali secara mendalam,” ujar Nova.
Empat orang tokoh dan ahli sejarah tampil sebagai narasumber pada seminar tersebut, yaitu Rusdi Sufi, Husaini Ibrahim MA, Misri Husein dan Rusdi Ali Muhammad.
Laksamana Malahayat merupakan laksamana perempuan pertama di dunia. Sejumlah literatur menyebutkan bagaimana Malahayati tampil sebagai sosok yang menakutkan bagi pasukan Belanda dan Portugis saat mereka berupaya menancapkan kekuasaannya di Tanah Rencong.
Dari silsilah keturunannya, Malahayati masih merupakan keluarga kesultanan Aceh. Dia adalah cicit dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Aceh pada tahun 1530-1539.
Suaminya juga termasuk seorang pahlawan yang begitu gigih berjuang mengusir Belanda dari tanah Aceh, hingga akhirnya meninggal ditembak musuh bersama ribuan pejuang Aceh lainnya. Kematian para pejuang itu menyebabkan banyaknya wanita Aceh yang menjadi janda.
Malahayati tidak ingin hanya tinggal diam melihat situasi itu. Ia kemudian membentuk pasukan khusus inong balee, yang anggotanya sebagian besar para janda. Mereka angkat senjata dan menggelorakan perang gerilya di wilayah laut Aceh. Berkali-kali perang antara pasukan inong balee berkobar melawan pasukan penjajah Belanda.
Dari sekian banyak cerita heroik tentang Malahayati, salah satunya adalah cerita pertarungannya melawan komandan pasukan Belanda yaitu Jenderal Cornelis de Houtman.
Pertarungan itu berakhir dengan tewasnya de Houtman di ujung pedang Malahayati pada pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada 11 September 1599. Peristiwa itu sempat membuat geger negara-negara Eropa, khususnya Kerajaan Belanda. Akibatnya, Malahayati ditetapkan menjadi orang yang paling diburu oleh pasukan penjajah itu.
Perjuangan Laksamana Malahayati terhenti sekitar tahun 1606, setelah ia gugur saat bertempur melawan pasukan portugis di Perairan Selat Malaka. Ia dimakamkan di lereng Bukit Lamkuta, sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer dari Banda Aceh.
ADI WARSIDI
Laksamana Malahayati Diusulkan Menjadi Pahlawan Nasional
Editor
Kamis, 3 Agustus 2017 20:34 WIB