TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Guntur Romli, menentang penyematan gelar pahlawan nasional kepada Presiden Soeharto. “Soeharto tidak bisa diangkat jadi pahlawan karena tak hanya soal tercela, tapi dosa-dosa kejahatan kemanusiaan itu,” kata dia dalam keterangan tertulis, Ahad, 29 September 2024.
Guntur menyebutkan beberapa alasannya menolak rencana penyematan gelar tersebut. Menurut dia, rezim Soeharto terlibat atas kasus kekerasan dan pembunuhan massal pada 1966, 1974, dan 1980 seperti adanya operasi penembakan rahasia atau Petrus, juga kejahatan HAM di beberapa daerah yakni Timor-Timur, Papua, dan Aceh.
Selain kasus kekerasan fisik, Guntur juga menyebutkan adanya pembungkaman terhadap tokoh-tokoh dan gerakan demokrasi yang berupaya melawan rezim Orde Baru, khususnya atas serangan terhadap kantor pusat Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996 atau dikenal dengan peristiwa Kudatuli tersebut.
Guntur juga menyinggung peristiwa 1998. Saat itu rakyat menumbangkan kekuasaan Soeharto karena terlibat dalam kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) pada rezim Soeharto. “Soeharto cukup tercatat dalam sejarah sebagai Presiden RI ke-2, tapi tidak boleh diangkat sebagai pahlawan nasional,” ujarnya.
Mantan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut menambahkan bahwa Soeharto tak dapat mengubah fakta sejarah terkait gerakan reformasi rakyat pada 1998 yang menuntut penangguhan jabatannya sebagai presiden.
Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mendiang Presiden Soeharto disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang juga sekaligus politikus Partai Golongan Karya (Golkar), Bambang Soesatyo.
Bambang menyampaikan hal itu dalam acara silaturahmi pimpinan MPR dengan keluarga besar Soeharto, sekaligus menyerahkan surat jawaban untuk penghapusan nama Soeharto dari Ketetapan (TAP) XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau KKN.
"Rasanya tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Soeharto dipertimbangkan oleh pemerintahan yang akan datang untuk mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional," kata pria yang biasa dipanggil Bamsoet itu di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, kompleks Senayan, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 28 September 2024.
ALFITRIA NEFI P | ANNISA FEBIOLA
Pilihan Editor: Nama Presiden Soeharto Dicabut di TAP MPR, Apa Kata Pihak Keluarga?