TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah, melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, akan memanfaatkan pertemuan dengan rektor perguruan tinggi se-Indonesia hari ini untuk menangkal keberadaan pengajar yang menjadi anggota atau simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Kami tidak hanya akan mengingatkan para pegawai negeri sipil yang pro-khilafah, tapi juga pegawai negeri di Kemenristekdikti yang mulai masuk partai politik. Itu melanggar aturan,” kata Inspektur Jenderal Kementerian Riset, Jamal Wiwoho, kepada Tempo, Selasa, 25 Juli 2017.
Baca : Menteri Nasir Beri 2 Opsi kepada Dosen PTN yang Terlibat HTI
Jamal mengatakan pertemuan yang akan diikuti pemimpin perguruan tinggi negeri dan pengurus 14 wilayah koordinasi perguruan tinggi swasta ini sebenarnya adalah agenda rutin per semester untuk mengevaluasi kinerja kampus.
Biasanya, forum akan membahas daya serap anggaran, kondisi sarana-prasarana kampus, kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, data murid berprestasi, dan masalah lain yang sedang dihadapi universitas.
Namun agenda membahas penyebaran kelompok radikal dan anti-Pancasila menjadi perhatian pemerintah belakangan ini, termasuk di perguruan tinggi. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Hizbut Tahrir Indonesia, organisasi kemasyarakatan berbadan hukum perkumpulan yang pada 19 Juli lalu resmi dibubarkan pemerintah.
Pencabutan status badan hukum HTI diteken setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 pada 10 Juli lalu.
Beleid tersebut mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang antara lain mengatur tahap-tahap pembubaran ormas. Dengan penerbitan perpu tersebut, pemerintah tak perlu melewati proses di pengadilan untuk membubarkan ormas.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menyampaikan bahwa dia akan segera mengungkap jumlah dosen terafiliasi HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang bekerja di perguruan tinggi negeri Indonesia. Jika tak ada halangan merintang, hal itu akan diungkapkan pada Rabu, 26 Juli 2017, hari ini.
Simak : ISI Dukung Kebijakan Dosen yang Terlibat HTI Keluar dari PNS
"Akan saya umumkan (soal dosen yang terafiliasi HTI) tanggal 26 nanti," ujar ketika dicegat di kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 24 Juli 2017.
Sabtu pekan lalu, Nasir memberi dua opsi kepada pegawai negeri yang selama ini bergabung dengan HTI. Opsi itu adalah keluar dari HTI dan tetap menjadi pegawai negeri atau tetap di HTI namun berhenti menjadi pegawai negeri. Selain mengacu pada Perpu Nomor 2 Tahun 2017, penawaran dua opsi ini didasari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri.
Menurut Jamal, Kementerian telah memperoleh data awal dari sebuah lembaga survei tentang pegawai negeri yang masih mengikuti HTI. Namun, kata dia, data tersebut masih perlu diverifikasi. “Kami akan menertibkan orang yang sudah menikmati gaji pemerintah tapi tidak setia kepada pemerintah,” ujar Jamal.
Baca juga : Jokowi Tak Bisa Asal Cabut Izin HTI dengan Perpu Ormas
Ketua Forum Rektor Indonesia, Suyatno, merasa belum menerima undangan dari Kementerian Riset tentang pertemuan hari ini. Namun dia menilai pembahasan dampak penerbitan perpu tentang ormas di kampus memang diperlukan.
Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) ini menyarankan agar para pengajar yang masih tergabung di HTI dibina. "Pembinaan perlu dilakukan agar mereka kembali ke jalan yang benar,” kata Suyatno, Selasa, 25 Juli 2017. Meski demikian, kata dia, pemerintah berhak memecat pegawai negeri yang menentang Pancasila.
MITRA TARIGAN | ISTMAN MP | DA