TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Markas Besar Kepolisian RI, Brigadir Jenderal, Rikwanto, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim untuk menginvestigasi penerimaan akademi kepolisian di Polda Jawa Barat. Ia menuturkan pola perekrutan anggota polisi di Polda Jawa Barat akan dikembalikan ke sistem lama dengan menggunakan sistem urutan.
"Jadi dikembalikan pada format semula, jadi yang memang rankingnya baik atau bagus itu yang berhak ke seleksi pusat. Jadi distratakan kembali," kata Rikwanto di kantornya di Jakarta, Kamis 6 Juli 2017.
Baca: Rekrutmen Anggota Polri di Polda Jabar Diprotes, Ini Kata Kapolri
Selain itu, Rikwanto menjelaskan indikasi adanya permainan dalam penerimaan anggota akademi yang baru juga menjadi bagian investigasi tim yang terdiri atas tim Profesi dan Pengamanan, serta Asisten Sumber Daya Manusia. "Hasilnya apa? Apa ada yang terlibat? Faktanya akan disampaikan kemudian setelah tim investigasi," ujarnya.
Rikwanto tak menegaskan bagaimana sikap kepolisian terhadap kebijakan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Anton Charliyan. Ia hanya menegaskan bahwa rekrutmen akan kembali ke pola lama. "Sesuai dengan ranking hasil tes yang telah dilaksanakan," ujar dia.
Kebijakan Kapolda Jawa Barat soal rekrutmen anggota dinilai bermasalah. Kebijakan itu tertuang dalam Surat Keputusan Kapolda Jawa Barat Nomor Kep/702/VI/2017 tertanggal 23 Juni 2017. Dalam keputusan Kapolda tersebut, diatur pedoman penerapan persentase kelulusan tingkat panitia daerah (panda) bagi putra-putri daerah dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri secara terpadu (Akpol, Bintara, Tamtama) TA 2017 Panda Polda Jawa Barat.
Baca: IPW: Polri Harus Umumkan Investigasi Penerimaan Akpol Polda Jabar
Dalam keputusan Kapolda Jawa Barat itu, hasil kelulusan sementara sebanyak 35 pria dan 4 wanita dengan kuota 13 putra daerah dan 22 orang nonputra daerah. Namun, setelah melewati tahap seleksi, hanya 12 putra daerah dan 11 orang nonputra daerah yang lulus.
Delapan orang tua calon polisi pun menggugat kebijakan Polda Jawa Barat itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), lantaran menduga Kapolda memprioritaskan calon siswa putra daerah asli.
ARKHELAUS W. | YOHANES PASKALIS