TEMPO.CO, Jakarta – Kejaksaan Agung menyatakan pelaksanaan eksekusi mati jilid IV terhambat putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengatur batasan waktu pengajuan grasi oleh terpidana mati.
”Justru di situlah kami sekarang menghadapi regulasi baru, ada dinamika perkembangan regulasi karena adanya putusan MK,” kata Jaksa Agung M. Prasetyo di Jakarta, Jumat, 17 Februari 2017.
Baca: Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Mati Kejaksaan Agung Dilaporkan ke Ombudsman
Putusan MK itu, kata dia, antara lain, menyebutkan yang namanya grasi semua diatur hanya diajukan satu kali dan batasan waktunya setahun setelah perkara memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
”Ternyata, sekarang diatur tidak ada batasan waktu. Sementara itu, kalian (wartawan) tahu sendiri bagaimana usaha para terpidana mati itu berusaha mengulur waktu,” ujar Prasetyo.
Ia mengatakan pihaknya menginginkan segera melakukan eksekusi mati. Akan tetapi, tentunya hak hukum terpidana mati harus juga diperhatikan dan tidak dikesampingkan.
Simak: Jaksa Agung: Status Ahok Tak Tergantung Tuntutan Jaksa
Hal itu terjadi mengingat banyaknya pro dan kontra atas pelaksanaan eksekusi mati yang telah dilakukan Kejagung. Karena itu, pihaknya harus bersikap hati-hati, jangan ada kelemahan sedikit pun yang nantinya itu dijadikan alasan untuk mempermasalahkan Kejagung.
Jaksa Agung meyakinkan bahwa pihaknya tetap semangat untuk memberantas narkoba. Semangat dan tekad kita untuk menyatakan perang terhadap kejahatan narkoba. Bahkan, kata Prasetyo, pihaknya pada 20 Februari akan menyerahkan barang bukti rampasan dari hasil perkara narkotik kepada Badan Narkotika Nasional (BNN).
ANTARA