TEMPO.CO, Yogyakarta - Puluhan seniman, mantan politikus, aktivis, hingga budayawan di Yogyakarta secara resmi mendeklarasikan gerakan Jogja Independent atau Joint di pinggir Kali Code, Yogyakarta, Ahad, 20 Maret 2016. Deklarasi itu dilakukan dengan lesehan, penuh guyon tapi serius, di sebuah ruang semi-terbuka berdinding batako, yang menjadi bagian dari warung Angkringan Code milik warga.
Dalam deklarasi itu, hadir mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas, juga sineas Garin Nugroho. Bukan hanya itu, sejumlah seniman dan budayawan, seperti Butet Kartaredjasa, Ong Hari Wahyu, serta Djaduk Ferianto, turut “keluar dari kandang” mendukung deklarasi untuk memulai penjaringan bakal calon Wali Kota Yogyakarta dari jalur perseorangan.
Setidaknya ada 30 nama kandidat independen yang dijaring tim. Para tokoh itu masing-masing diberi formulir tentang kesediaan untuk dicalonkan. Bersedia atau tidak, formulir itu akan ditenggat hingga 30 Maret mendatang. "Sampai sekarang memang baru ada 30 nama yang diusulkan ke tim relawan, tapi kami masih membuka terus sampai 30 Maret nanti, siapa yang bersedia," ujar koordinator relawan Jogja Independent, Herman Dodi.
Ke-30 nama itu di antaranya Lusi Laksita (penyiar yang juga pemilik sekolah Lusy Laksita Broadcasting School), Garin Nugroho, dokter Agung bin Adam, dokter Arida Utami, dan aktivis perempuan Mursidah Rambe. Herman menuturkan gerakan Jogja Independent ini muncul sebagai bentuk kepedulian masyarakat agar memperoleh pemimpin yang berpihak kepada rakyat dan tak terkooptasi kepentingan partai politik pengusungnya. "Gerakan ini nantinya menjadi integrasi kekuatan kampus dan kampung, kami akan menggalang akademikus, mahasiswa, menjadi relawan, termasuk melakukan survei," ujarnya.
Busyro Muqodas menuturkan kehadirannya merupakan bentuk dukungan terhadap calon independen. "Bukan untuk dicalonkan," ucapnya. Menurut Busyro, gerakan independen ini tidak ada urusannya dengan partai politik. Meski demikian, ia mengatakan, masyarakat mulai makin jenuh ketika mendapatkan pemimpin dari partai politik yang selama ini kerap lebih memilih kepentingan partai daripada rakyat.
PRIBADI WICAKSONO