TEMPO.CO, Mataram – Kementerian Dalam Negeri akan meminta Komisi Pemilihan Umum menggunakan verifikasi data kependudukan dengan KTP elektronik untuk para pendukung calon independen. Jadi KPU tidak perlu lagi menggunakan pengecekan berbasis fotokopi KTP. Sebab, kalau menggunakan fotokopi KTP, berarti KPU kembali menggunakan cara manual, dan itu rawan pemalsuan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengemukakan ini saat peluncuran Aplikasi Data Kependudukan Dengan Sistem Informasi Berbasis Peta (GIS) di Mataram, Rabu malam, 16 Maret 2016. “KPU harus menyediakan card reader. Hanya perlu waktu dua detik. Besok akan saya surati,” kata Zudan.
Menurut Zudan, petugas sudah mendapati dua orang beralamat Kepulauan Seribu yang menggunakan e-KTP palsu. Semula, dia mencurigai identitas penduduk yang KTP-nya dicetak tahun lalu tapi masa berlakunya berakhir 2020. “Padahal kan berlaku seumur hidup,” ucapnya.
Dalam acara ini, hadir Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, yang juga membuka secara resmi Rapat Koordinasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2016. Tjahjo pun mengatakan ada seorang penduduk dari data sidik jarinya yang memiliki 159 e-KTP. “Ada yang menggunakan nama alias dan sebagainya,” ujar Tjahjo mengutip laporan yang diperolehnya.
Zudan menuturkan KPU bisa menggunakan metode sampling untuk pengecekan data kependudukan dari para pendukung calon independen. Sebab, kalau tidak dilakukan pengecekan, bagaimana bisa diketahui itu benar. “Paling tidak orang datang diuji sidik jarinya,” ujarnya.
Karena itu, seusai rapat koordinasi di Mataram, dia mengaku akan segera menyurati Komisi Pemilihan Umum. Apalagi card reader kependudukan ini terbuka, bisa diakses siapa saja, seperti pengelola bandar udara untuk melakukan uji data penumpang. “KPU agar verifikasi dengan NIK. Metode verifikasi,” ucapnya.
SUPRIYANTHO KHAFID