TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyayangkan banyaknya informasi palsu (hoax) yang beredar di publik setelah ledakan di sekitar Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin. “Itu membuat masyarakat panik,” kata Rudiantara di kantornya, Jumat, 15 Januari 2016.
Informasi yang salah, kata Rudiantara, juga membuat masyarakat takut dan bingung. Ia berharap media tak menayangkan gambar-gambar korban saat kejadian. “Amerika yang negara liberal saja tidak diperbolehkan. Jepang mau tsunami, korbannya ribuan, enggak ada gambar korbannya.”
Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan sanksi tertulis kepada empat media massa elektronik yang diduga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). “Media yang mendapat sanksi adalah TV One, Indosiar, iNews, dan Radio Elshinta,” tulis KPI melalui Kpi.go.id pada Kamis malam, 14 Januari 2016.
KPI berargumen bahwa empat media tersebut diduga menayangkan pemberitaan tentang teror bom dengan tidak akurat. Seperti yang dilakukan TV One, KPI melihat program breaking news menampilkan visualisasi mayat yang tergeletak di dekat Pos Polisi Sarinah. Gambar tersebut ditayangkan tanpa sensor atau penyamaran.
KPI juga sangat menyayangkan tindakan redaksi TV One yang menampilkan informasi tak akurat. TV One menampilkan teks bahwa telah terjadi ledakan susulan di Slipi, Kuningan, dan Cikini. “Meski telah dikoreksi, itu menimbulkan keresahan masyarakat.”
Rudiantara menjelaskan, seharusnya masyarakat Indonesia menumbuhkan optimisme. “Empati dan turut berdukacita perlu, tapi yang paling penting optimisme,” tuturnya.
Ledakan di sekitar pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat, terjadi pada Kamis, 14 Januari 2016, sekitar pukul 10.50. Ledakan diduga pertama kali terjadi di dekat pos polisi lalu lintas dan berlanjut dengan baku tembak antara polisi dan pelaku.
Menurut polisi, 24 warga mengalami luka-luka. Tujuh orang meninggal, lima di antaranya terduga teroris.
REZKI ALVIONITASARI