TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih pemenang Pilpres 2024 pada 24 April lalu. Salah satu topik yang menjadi perbincangan publik setelah penetapan itu adalah soal wacana penambahan nomenklatur kementerian dari 34 menjadi 40 di pemerintahan Prabowo-Gibran.
Wacana tersebut mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk dari pakar hukum tata negara.
1. Yusril Ihza Mahendra: Lewat Amendemen UU atau Keluarkan Perppu
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mendukung jika presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menambah nomenklatur kementerian. Dia mengatakan penambahan itu bisa dilakukan dengan cara merevisi Undang-Undang Kementerian Negara.
"Dapat saja (nomenklatur kementerian) ditambah, tetapi dengan amendemen UU Kementerian Negara," kata Yusril dalam rilis resmi yang diterima pada Selasa 7 Mei 2024.
Menurut UU tersebut, nomenklatur kementerian di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin saat ini adalah 34. Rinciannya, 4 menteri koordinator (menko) dan 30 menteri bidang.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengatakan, bila tidak melalui revisi UU Kementerian Negara, presiden bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Bisa dilakukan oleh Presiden Jokowi dan DPR sekarang. Bisa juga setelah Prabowo dilantik dengan menerbitkan Perppu," kata Yusril.
Menurut Yusril, setelah Prabowo dilantik menjadi presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 20 Oktober mendatang, dia bisa langsung mengeluarkan Perppu tentang penambahan nomenklatur kementerian. "Bisa, enggak masalah," kata Yusril.
Dia lantas menyinggung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang perlu dikembalikan seperti semula. “Kemendiknas (Kemendikbudristek) sekarang bagusnya dikembalikan seperti semula. Terlalu gemuk dan rumit," kata Yusril.
2. Herdiansyah Hamzah: Bisa Melanggar Undang-undang
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan penambahan jumlah kementerian akan melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.