TEMPO.CO, Surabaya - Ahli Indonesia dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, Benedict Richard O'Gorman Anderson atau Ben Anderson, meninggal di sebuah hotel di Batu, Malang, Minggu, 13 Desember 2015. Jenazahnya kini disemayamkan di Rumah Persemayaman Adi Jasa, Surabaya. Upacara penghormatan atau buka peti akan dilaksanakan Selasa, 15 Desember 2015.
Seorang pegawai Adi Jasa, Sunaryo, mengungkapkan jenazah diantarkan tiga orang kawannya, yakni dua orang laki-laki dan seorang perempuan. "Namanya Bu Khanis Suvanita, seorang pengajar. Beliau bilang rencananya nanti akan dikremasi atau langsung dibawa ke Amerika Serikat," kata dia saat ditemui di kantornya, Jalan Demak, Surabaya, Minggu, 13 Desember 2015.
Berdasarkan penuturan Khanis, pihak keluarga dan kawan-kawan menolak Ben dimasukkan ke ruang VIP. "Katanya semasa hidup orangnya sederhana. Karena kesederhanaannya sehari-hari, enggak mau di ruangan mewah," kata Sunaryo menirukan.
Tiba di Adi Jasa pukul 11.00, jenazah Ben Anderson sudah dalam keadaan diformalin. "Dari Batu sudah dalam peti, enggak boleh diubah-ubah."
Sembari menunggu kerabat dan kolega berkumpul, saat ini jenazah disemayamkan di ruang tengah dan berada di dalam peti. Semula jenazah Indonesianis yang meninggal pada usia 79 tahun itu akan dikeluarkan dari peti, dan dimasukkan ke dalam cold storage atau ruangan pendingin. "Namun salah satu anak angkatnya dari Jakarta, Edu Damanik, menolaknya," ujar Sunaryo.
Pada 15 Desember nanti, penghormatan terakhir digelar di dua ruangan biasa Adi Jasa. Sekitar 200 orang tamu diperkirakan hadir.
Ronny Agustinus, editor penerbit Marjin Kiri, menuturkan, Ben sempat jalan-jalan ke Petirtaan Jolotundo, Mojokerto, Jawa Timur. Ben lalu beristirahat di Batu, Malang. "Malamnya, Om Ben sempat bangun terus ke kamar mandi. Dari kamar mandi, tidur lagi terus ngoroknya aneh," katanya.
Kawannya yang bernama Edu dan sopir berusaha membangunkan tapi tidak bisa. Mereka berpikir, Ben tertidur lelap. Namun, badan Ben mulai membiru dan ketahuan ada yang tidak beres. Mereka menelepon beberapa rumah sakit terdekat tapi tak ada yang menjawab. "Jadi cukup lama enggak tertangani di hotel," kata Ronny.
ARTIKA RACHMI FARMITA