TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, TB Hasanuddin, menganggap langkah Setya Novanto melobi pemerintah Jepang untuk masalah alutsista tidak tepat. "Aneh bila Ketua DPR terlibat dalam proses negosiasi pembelian alutsista karena tidak sesuai tupoksinya dan tak memiliki kompetensi dalam urusan alut sista," ujar TB Hasanuddin. Rabu, 18 November 2015.
Dalam halaman situs The Japan News pada 12 November, disebutkan bahwa pada pertemuan Perdana Menteri Jepang dan Ketua DPR Setya Novanto sempat membicarakan mengenai pesawat amfibi US-2.
Dalam pertemuan ini Setya mengungkapkan bahwa pihaknya mempertimbangkan untuk mengimpor pesawat ini. Hal ini diumumkan oleh Sekertaris Kabinet Yosihide Suga dalam konfrensi pers usai pertemuan tersebut.
SIMAK: Jepang Bingung, Setya Novanto Tiba-tiba Lobi Beli Pesawat
Menurut Hasanuddin, ada beberapa prosedur yang harus dilewati dalam proses pembelian alutsista. Biasanya, spektek alat diajukan dari angkatan masing-masing ke Markas Besar TNI untuk selanjutnya diteruskan ke Kementerian Pertahanan.
Berdasarkan pengajuan tersebut, kemudian dilakukan pengkajian produk mana yang memenuhi persyaratan, dan kemudian diputuskan jenis, kualitas, dan merk. Selanjutnya, pengajuan itu dimasukkan dalam pagu anggaran Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk dibahas bersama DPR. “Natinya dibahas dan disetujui menjadi APBN. Selanjutnya diteruskan dengan proses pembelian/pengadaan sesuai prosedur.”
SIMAK: Setya Novanto Dulunya Tukang Cuci Mobilnya Hayono Isman
Berbeda dengan TB Hasanuddin, Ketua Komisi Pertahanan Mahfudz Siddiq menilai tidak ada yang salah dalam pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto dan pemerintah Jepang tersebut. Apalagi, kata dia, pembicaraan dalam pertemuan tersebut hanya tindak lanjut dari kesepakatan kerjasama bidang pertahanan dan industri pertahanan kedua negara.
"Saya melihat pembicaraan pihak pemerintah Jepang dengan Ketua DPR soal pesawat Amfibi adalah hal yang lazim dalam konteks tindak lanjut kesepakatan kerjasama bidang pertahanan dan industri pertahanan kedua negara," kata Mahfudz.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI | RIKY FERDIANTO