TEMPO.CO, Bengkulu - Perempuan penyandang disabilitas harus mendapat pendidikan seksual karena mereka rentan menjadi objek pelecehan seksual.
"Tidak ada pendidikan seksual maka akan menjadi bencana bagi mereka," kata Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Maulani Rotinsulu dalam acara Dialog Publik Negara dan Jaminan Perlindungan Buat Disabilitas, di Bengkulu, pada Kamis, 5 November 2015.
Maulani mencontohkan penyandang tuna netra, memiliki persepsi untuk tubuh sendiri tapi tidak dengan tubuh orang di luar dirinya. Karena itu, jika dari keluarga tidak memberikan pendidikan seksual, mereka tidak bisa membedakan antara sentuhan biasa dan sentuhan seksual.
Bukan hanya itu, perempuan penyandang disabilitas katanya mengalami multidiskriminasi, persoalan sosial, politik, ekonomi, dan budaya di tengah masyarakat.
"Undang-undang perkawinan saja berlaku tidak adil terhadap perempuan penyandang disabilitas, dengan pasalnya yang memperbolehkan perempuan disabilitas diceraikan atau dipoligami," tutur Maulani.
Di sinilah fungsi negara wajib hadir, katanya, salah satunya melalui regulasi yang memperkuat implementasi keadilan dan perlindungan hukum bagi mereka dalam RUU Penyandang Disabilitas.
Sekretaris Wilayah KPI Provinsi Bengkulu Irna Riza Yuliastuti mengatakan, tujuan dialog ini untuk membuka ruang komunikasi antara legislator, pemerintah, KPI, dan penyandang disabilitas.
Menurutnya, dialog ini membuka aksi solidaritas perempuan khususnya perlindungan bagi penyandang disabilitas. Dia berharap pemerintah dan legislator memahami persoalan kelompok kepentingan yang selama ini kurang mendapatkan perhatian tersebut.
PHESI ESTER JULIKAWATI