TEMPO.CO, Makassar - Kepala Dinas Sosial Kabupaten Selayar, Saharuddin, dituntut 1,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan komputer untuk sekolah di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan pada 2008.
“Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa Yoga Pradilasanjaya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Rabu, 17 Juni 2015.
Kasus yang menyeret Saharuddin terjadi saat dia menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Selayar. Selain menuntut hukuman badan, jaksa juga meminta terdakwa membayar denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
“Terdakwa juga harus mengganti kerugian negara Rp 135 juta subsider 1 bulan bui,” ujar jaksa.
Selain Saharuddin jaksa juga menuntut serupa satu terdakwa lain yakni Sabaruddin sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan proyek tersebut, Sabaruddin.
Yoga mengatakan terdakwa telah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut Yoga, proyek itu mendapat anggaran sebesar Rp 960 juta yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Temuan penyidik, perangkat komputer itu tidak sesuai spesifikasi yang ditentukan. Harga komputer juga diduga digelembungkanSelain itu, proses pelelangan juga tidak sesuai aturan pengadaan barang dan jasa. Saharuddin yang bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran saat itu memecah paket pekerjaan dan menunjuk langsung rekanan.
“Padahal semestinya proyek itu harus melalui proses lelang,” ujar Yoga.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Sulawesi Selatan negara dirugikan sebesar Rp 135 juta.
Yoga mengatakan hal yang memberatkan terdakwa karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Adapun yang meringankan karena terdakwa sopan dan kooperatif selama persidangan, serta memiliki tanggungan keluarga.
Pengacara kedua terdakwa, Sofyan Sinte, menilai tuntutan jaksa terlalu tinggi. Menurut dia, meski tuntutan jaksa hampir sesuai peran kliennya namun ada beberapa hal lain yang meringankan tidak dipertimbangkan jaksa.
Sofyan mengatakan dalam perkara tersebut yang lebih bertanggungjawab seharusnya panitia lelang. Sebab, kliennya tidak berperan aktif dalam pelaksanaan proyek.
"Kami akan ajukan pembelaan secara tertulis di sidang selanjutnya," kata Sofyan.
Ketua majelis hakim, Rianto Adam Pontoh menunda sidang hingga dua pekan ke depan dengan agenda mendengarkan pembelaan dari tim penasihat hukum terdakwa. "Kami harap pembelaannya sudah siap," ujar Adam.
AKBAR HADI