TEMPO.CO, Kuningan - Sejak memiliki stasiun televisi sendiri, warga Desa Bandorasa Wetan, Cilimus, Kuningan, Jawa Barat, makin gemar tampil di televisi. Beragam kegiatan, dari lomba di sekolah taman kanak-kanak, pementasan lagu-lagu kasidah, peringatan hari keagamaan, hingga gotong-royong membersihkan lingkungan, tak lepas dari sorotan kamera.
Sejak resmi mengudara pada 31 Januari 2015 di kanal 62 UHF, awak Bandorasa Wetan Televisi (BWTV) memang selalu kebanjiran permintaan dari warga desa. Mereka ingin kegiatannya direkam kamera. Warga desa bahkan rajin membuat klip video lagu karya sendiri untuk ditayangkan di televisi komunitas tersebut.
Ketika warga desa yang tersebar di lima dusun itu memperingati hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW beberapa waktu lalu, awak BWTV bahkan sampai kewalahan memenuhi permintaan untuk direkam sebagai bahan produksi acara. "Di desa, ada 23 musala dan tiga masjid besar yang memintanya" kata Yopie Nugraha, salah seorang perintis dan pengelola BWTV.
BWTV memancar dari ruangan berukuran sekitar 30 meter persegi di sudut depan kantor balai desa. Perangkatnya yang sederhana berharga Rp 60 juta. "Jangkauan siarannya 1,5 kilometer persegi, daya listriknya cuma 15 watt," ujar Yopie.
Kini, awak televisi komunitas itu berjumlah 12 orang, mayoritas anak-anak SMA. Para pegiat film dari kelompok Sunday Screen dan Jatiwangi Art Factory melatih mereka dan meminjamkan peralatan, seperti kamera dan alat pemancar. Pendirian BWTV juga disokong dana dari Yayasan Kelola. Setelah pendampingan selama tiga bulan, BWTV akan mereka serahkan ke perangkat desa.
Sambil belajar membuat program acara, durasi tayangan masih pendek tujuh-delapan menit per mata acara. Belasan program siarannya ditayangkan pukul 16.00-20.00 WIB setiap hari. Karena masih terbatas produksinya, program siarannya kini masih kerap diulang-ulang.
Mata acara televisi desa itu antara lain Warta Keliling (Warling), berupa informasi seputar desa. Ada juga acara bertajuk Barudak (anak-anak), menampilkan permainan anak di kampung, serta tayangan kesehatan bertajuk Sehat itu Indah dengan menyajikan ragam tanaman obat.
Tak sekadar rajin tampil di televisi, warga desa juga makin sadar dengan penampilan. Mereka ingin terlihat bagus di kamera. "Beberapa ada yang pergi ke salon dulu," kata Sukarsih, warga Dusun Wage. Kuwu atau Kepala Desa Bandorasa Wetan Dewi Ardesih mengakui kini salon-salon lebih ramai daripada biasanya. "Memang jadi suka dandan, positif saja menurut saya," katanya.
ANWAR SISWADI