TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pakar Parisada Hindu Dharma Indonesia, I Nengah Dana, mengatakan pernikahan beda agama dalam agama Hindu hanya baru terjadi di India. Itu pun, kata I Nengah, masih dilakukan dengan agama serumpun. Dana mencontohkan pernikahan antara mereka yang beragama Hindu, Buddha, Jaina, dan Sikh. (Baca: Majelis Khonghucu Tak Setuju Nikah Beda Agama)
"Itu merupakan jenis agama serumpun yang masih Hindu dan boleh dilakukan pernikahan, tapi di Indonesia belum mengenal itu," kata Dana saat memberikan keterangan dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Senin, 24 November 2014.
Karena itu, Dana meminta kepada Mahkamah untuk mempertahankan materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. "Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sudah sejalan dengan ketentuan perkawinan menurut Hindu dan patut dipertahankan keberadaannya." (Baca: Kata Pengaju Uji Materiil Soal Nikah Beda Agama)
Sebelumnya, empat alumnus dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yakni Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, Anbar Jayadi, dan Luthfi Sahputra, mengajukan uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan di Mahkamah. Mereka menyampaikan bahwa hak-hak konstitusional mereka dirugikan dengan berlakunya syarat keabsahan perkawinan menurut hukum agama.
Menurut Damian, pengaturan dalam undang-undang itu akan berimplikasi pada tidak sahnya perkawinan beda agama. Musababnya, negara dituding memaksa setiap warga negara dalam mematuhi hukum agama dan kepercayaannya dalam hal perkawinan. Damian beranggapan bahwa ini melanggar Pasal 28 huruf e ayat (1) dan (2), Pasal 28 huruf l ayat (1), serta Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
I Nengah Dana menilai, dalam agama Hindu, pernikahan beda agama dilarang. "Pandangan Hindu tentang perkawinan beda agama yang tidak mungkin dilakukan karena bertentangan dengan ketentuan susastra Veda," kata Dana.
REZA ADITYA
Berita Lain:
Ruhut: Lawan Jokowi, DPR Gantung Diri
Cerita Tes Keperawanan yang Bikin Polwan Pingsan
Amien, Mantan Petinggi KPK, Pimpin SKK Migas