TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Prasetyo berharap penyidik Kejaksaan Agung memiliki wewenang untuk melakukan penyadapan. Menurut Prasetyo, kewenangan menyadap akan memudahkan kinerja Kejaksaan menangkap.
"Kalau mau menyadap harus izin pengadilan dulu, ya, keburu lepas targetnya, Mas. Tangkap tangan lebih enak, tak perlu cek bukti dulu, surat-menyurat, motivasi, dan segala macamnya," ujar Prasetyo saat ditemui di Kejaksaan Agung, Senin, 24 November 2014.
Berbeda dengan Komisi Pemberantaan Korupsi, Kejaksaan Agung belum memiliki landasan hukum kuat terkait dengan penyadapn. Sejauh ini, dalam menyadap, Kejaksaan Agung masih mengandalkan Undang-Undang Telekomunikasi serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan kata lain, harus meminta bantuan kepada operator seluler.
Kejaksaan pun sebenarnya memiliki alat penyadap yang berada di Jaksa Agung Muda Intelijen. Namun keberadaan alat penyadap asal Jerman itu lebih banyak digunakan untuk mengincar buron dibandingkan koruptor-koruptor.
Meski mengaku ingin memiliki wewenang menyadap, Prasetyo mengatakan pihaknya belum memiliki rencana untuk meminta revisi UU Kejaksaan kepada Komisi III DPR. Untuk saat ini, kata dia, pihaknya memilih untuk bertahan dengan peraturan yang ada. "Ya, kalian dukung kamilah, suarakan kalau penyadapan itu akan memudahkan kerja kami," ujarnya.
ISTMAN M.P.
Berita Terpopuler:
Salip Paus, Jokowi Masuk 10 Besar Voting TIME
Pengamat: Jokowi seperti Sinterklas
Pimpinan DPR Ini Tak Mau Teken Interpelasi Jokowi