Sebelumnya, keluarga Imran menyangkal kebenaran hasil otopsi yang diterima Komnas HAM dari kepolisian setempat. Otopsi menyimpulkan di antaranya tidak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh Imran yang menyebabkan kematian. (Baca: Hasil Otopsi Tahanan Tewas tanpa Tanda Kekerasan)
“Kami tegaskan tidak percaya, itu semua rekayasa karena tidak sesuai dengan fakta sebelum diotopsi,” kata kuasa hukum keluarga korban, Mohammad Sholeh.
Buntutnya, belasan warga Desa Kebonagung mendatangi Markas Kepolisian Resor Sidoarjo, pada Kamis, 13 November 2014. Di antara mereka adalah ibu korban, Asminah; dan istri korban, Liza Fauzizah. Mereka meminta salinan berkas acara pemeriksaan (BAP) Imran sebelum dijebloskan ke tahanan dan sebelum tewas di dalam tahanan.
Warga juga meminta dipertemukan dengan tiga saksi di dalam tahanan Markas Polsek Sukodono. Para tahanan itu dianggap saksi kunci. Sebab, pada malam sebelum penangkapan dan kabar kematian diterima, Imran disebutkan masih segar bugar.
Menurut Lisa, pada malam itu suaminya hanya ingin meminta pertanggungjawaban panitia hiburan dan pelaku tawuran karena menyebabkan sebuah batu mengenai kening Lisa hingga berdarah. Dia terkejut dengan status tersangka Imran sebagai provokator.
EDWIN FAJERIAL | MOHAMMAD SYARRAFAH
Terpopuler
Jusuf Kalla: Ah, FPI Selalu Begitu, Simbol Saja
Jusuf Kalla: Kenaikan Harga BBM Akan Ditunda
Kuasa Hukum: Mana Buktinya FPI Rasis...
Aset Udar Pristono Tersebar di Jakarta dan Bogor
Presentasi Jokowi di APEC Memukau, Apa Resepnya ?