TEMPO.CO, Potianak - Desa Temajo, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, berjarak 13 jam perjalanan dari Kota Pontianak menggunakan mobil. Infrastruktur dari Pontianak ke Kabupaten Sambas relatif baik. Jalan mulai berlubang dan hanya selebar 2 meter di wilayah Kartiasa, Sekura, Teluk Keramat.
Rombongan bertolak dari Kota Pontianak pukul 08.00 WIB. Pukul 13.25 WIB tiba di Kabupaten Sambas, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Sekura. Rombongan harus melintasi Sungai Sambas selama 45 menit dengan menggunakan feri ASDP. Tarifnya Rp 35 ribu untuk kendaraan roda empat dan Rp 7 ribu untuk kendaraan roda dua. Penumpang tidak dipungut bayaran.
Infrastruktur di Sekura kurang baik: lebar jalan tidak pas untuk kendaraan roda empat yang berpapasan. Salah satu kendaraan harus mengalah dengan mengambil jalan tanah. Lubang ada di sana-sini. Namun perjalanan ke Desa Temajo masih panjang. Rombongan harus menempuh dua setengah jam perjalanan lagi menuju lokasi penyeberangan rakyat.
Kali ini perjalanan lebih singkat. Hari sudah mulai gelap saat rombongan tiba di dermaga penyeberangan rakyat. Rombongan harus menunggu satu jam lantaran penyeberangan tersebut sudah bertolak mengangkut kendaraan lain terlebih dahulu. Tarifnya Rp 100 ribu untuk satu mobil dan Rp 35 ribu untuk motor. (Baca: Malaysia Hentikan Pembangunan Mercusuar di Tanjung Datu)
Penyeberangan itu satu-satunya penghubung antara Desa Temajok dan Desa Merbau. Sinyal telepon hanya bisa dijangkau sampai wilayah ini. Tiga warung kopi tampak kontras dengan latar belakang pekatnya hutan. Terang benderang. Desa Temajok masih harus ditempuh dengan menembuh kegelapan malam melalui jalan tanah merah. Jalan tersebut licin dan becek di waktu hujan, namun berdebu dan terjal di musim kering. Waktu telah menunjukkan pukul 19.30 WIB. Desa Temajok masih berjarak 50 kilometer ke arah pantai.
Rombongan mengarungi jalan terjal dan berliku. Lebih dari 10 jembatan kayu yang dilalui. Lima belas persen kondisinya mulai rusak. Mobil harus meniti jembatan yang terbuat dari kayu bulat tanpa dipaku. Satu-dua warga melintas dengan menggunakan sepeda motor. Di sepanjang jalan, hanya ada satu-dua rumah tanpa penerangan.
Sopir harus berhati-hati saat menghindari mobil agar tak hilang kendali. Sekitar pukul 21.00 WIB, terlihat sebuah monumen berbentuk burung garuda. Penduduk setempat mengatakan monumen tersebut dibuat untuk menegaskan teritori Indonesia. Desa Temajok harus ditempuh dalam satu perjalanan lagi.
Tanda-tanda kehidupan mulai tampak ketika dari kejauhan rombongan melihat cahaya lampu. Jarak rumah pun makin rapat. Rombongan terus mengikuti jalan kampung hingga sampai di pasar. Cahaya terang benderang dan suasana hiruk pikuk. Yang disebut pasar adalah sekumpulan warung kopi yang menjual makanan seperti nasi dan lauk pauk, mie goreng dan rebus, gorengan, minuman ringan, serta teh panas dan kopi.
Di pusat pasar dibangun sebuah tugu yang dicat merah-putih. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Rombongan menginap di rumah warga dengan tarif Rp 100 ribu per malam. Di Desa Temajok tidak ada sinyal. Sebuah menara pemancar kepunyaan perusahaan provider pelat merah sudah setahun ini tak berfungsi. "Hanya berfungsi tiga bulan. Sinyalnya lumayan bagus. Tetapi sekarang tidak berfungsi sejak setahun lalu," papar Wandi, 37 tahun, warga setempat.
Padahal, sebelumnya, warga bisa berkomunikasi dengan menggunakan kartu Malaysia. Tetapi sejak Telkomsel masuk, kartu Malaysia kalah saing.
Desa Temajok tengah ramai. Pasalnya, pada Mei ini digelar Festival Paloh. Festival ini merupakan kegiatan tahunan WWF untuk melestarikan kawasan konservasi. Salah satu kegiatan dalam festival ini yakni melihat penyu bertelur di Pantai Tanjung Datok. Namun isu pencaplokan wilayah lebih santer.
ASEANTY PAHLEVI
Berita Terpopuler:
Jessica Hamil, Melaney Ricardo Ucapkan Selamat
Sokong Kampanye Prabowo, Ini Kekayaan Hary Tanoe
Priyo: Jangan Ganggu Hubungan Saya dengan JK
Olga Dikabarkan Kritis, Billy Hari ini Pulang
Tokobagus Ganti Nama, Jual-Beli Online Semarak