TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi siang ini bakal memutuskan uji materi Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan karena kasus penangkapan Akil Mochtar, kala itu Ketua MK, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga menerima suap. Rencananya, putusan uji materi atas undang-undang ini dilangsungkan pukul 14.00 WIB, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 13 Februari 2014.
Uji materi undang-undang itu menyasar pada tiga substansi. Pertama, untuk mendapatkan hakim konstitusi yang baik, ada perubahan dalam persyaratannya sesuai Pasal 15 ayat 2 huruf i. Syaratnya, seseorang tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi.
Kedua, undang-undang itu ini memuat penyempurnaan mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi. Untuk itu, sebelum ditetapkan oleh Presiden, pengajuan calon hakim konstitusi oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden didahului oleh proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan panel ahli.
Dan ketiga, tentang perbaikan sistem pengawasan yang akan lebih efektif. Caranya dengan membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang sifatnya permanen. Majelis Kehormatan ini nantinya dibentuk bersama oleh Komisi Yudisial dan MK. Majelis beranggotakan lima orang, yaitu seorang mantan hakim konstitusi, seorang praktisi hukum, dua akademisi yang salah satu atau keduanya berlatar belakang hukum, dan seorang tokoh masyarakat.
Menurut salah seorang pemohon, Habiburokhman, undang-undang itu layak dipertanyakan karena dianggap belum mendesak untuk dikeluarkan. Dia mengatakan kasus dugaan suap yang melibatkan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, bukan tentang persoalan pengaturan MK. "Akan tetapi, kasus itu lebih kepada pemberantasan korupsi," katanya.
Habib mengatakan dalam kasus ini terjadi semacam salah tafsir. Anggapan bahwa dengan adanya pengawasan dari Komisi Yudisial sebuah institusi menjadi lebih bersih ternyata tak selamanya benar. Dia mencontohkan Mahkamah Agung. Walaupun di bawah pengawasan KY, dugaan suap masih banyak terjadi.
PRIHANDOKO
Berita Terpopuler