TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengatakan MK menolak seluruhnya permohonan gugatan uji materi yang diajukan oleh Dosen Universitas Bung Karno (UBK) Indrawan Sastronagoro ihwal definisi sumber energi baru. Putusan dengan Nomor 84/PUU-XIV/2016 itu dibacakan pada sidang MK, Senin, 10 Juli 2017.
MK tidak menemukan adanya rumusan dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 dan 5 Undang-Undang Energi yang dapat dimaknai sebagai tindakan menyekutukan Allah. Hakim Konstitusi Aswanto berpandangan dalil permohonan yang menyebutkan rumusan pasal tersebut telah menempatkan manusia sebagai pencipta sumber energi adalah tidak tepat.
Baca: Usai Putusan MK, Konsultasi KPU dengan DPR Tak Mengikat
“Andaipun dalam rumusan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Energi terdapat rangkaian kata-kata ‘dihasilkan oleh teknologi baru...’, tentu hal demikian tidak dapat diartikan bahwa teknologi baru dengan kemampuannya sendiri telah menciptakan sumber energi baru,” ujar Hakim Aswanto dalam keterangan tertulisnya.
Aswanto berujar, begitu pula pengertian “sumber energi terbarukan” yang dirumuskan pada Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Energi. Menurut dia, pengertian “sumber energi terbarukan” yang dirumuskan oleh pembentuk undang-undang sangat jelas. Yaitu semua hal di alam yang mampu menghasilkan energi dan relatif tidak akan pernah habis.
Lihat: Kewenangan Dicabut MK, Tjahjo: Pusat Sulit Awasi Perda Provinsi
Aswanto menjelaskan tanpa perlu disebutkan atau dirumuskan secara khusus dalam undang-undang, telah diakui dan menjadi pengetahuan bersama bahwa energi sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia menyebutkan menurut penilaian MK terhadap Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Energi tidak ada sedikitpun indikasi bahwa rumusan a quo dimaksudkan atau menunjukkan suatu penyekutuan terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana didalilkan oleh pemohon.
Aswanto menambahkan MK berpendapat untuk memahami maksud satu ketentuan dalam suatu undang-undang haruslah secara sistematis dibaca pula ketentuan-ketentuan lain dalam undang-undang tersebut. Pembacaan secara sistematis yang dilakukan MK terhadap Undang-Undang Energi tidak menemukan indikasi apapun bahwa undang-undang a quo telah menyekutukan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa melalui rumusan Pasal 1 angka 4, 5, dan 6.
Simak: MK Tolak Uji Materi UU Energi
Selain itu, ujar Aswanto, pihaknya berpendapat dalil dari pemohon Indrawan Sastronagoro salah satunya disebabkan karena tidak adanya rumusan tegas dalam undang-undang a quo bahwa Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa adalah satu-satunya pencipta sumber energi dan energi. Sehingga, ia menilai Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta energi dan sumber energi merupakan pengetahuan dan keyakinan bersama tidak perlu lagi dipertanyakan.
Menurut Aswanto pengetahuan itulah yang mendasari tidak disebutkannya peran Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa Tuhan Yang Maha Esa dalam setiap fenomena hukum yang diatur dalam undang-undang. Menurut MK peran Allah SWT yang mutlak (causa prima) dalam kehidupan manusia dikhawatirkan justru akan tereduksi apabila diatur atau dirumuskan terperinci dalam undang-undang buatan manusia.
Meski begitu, Aswanto menuturkan sebagai bentuk keimanan manusia kepada Allah SWT dan keinginan untuk selalu dibimbing-Nya, dalam setiap rumusan undang-undang selalu diawali dengan kalimat “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”. Ia menegaskan menimbang berdasarkan pertimbangan hukum yang diuraikan di atas, pihaknya berpendapat dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum.
DANANG FIRMANTO