TEMPO.CO, Jakarta - Siti Hartati Murdaya menangis pada saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantations itu mengatakan tak menyangka investasinya di Buol, Sulawesi Tengah, berujung pada penangkapannya oleh KPK. "Ini ibarat susu dibalas air tuba," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 21 Januari 2013.
Pleidoi Hartati berjudul "Nota Pembelaan untuk Menemukan Keadilan. Masih Adakah Keadilan? Air Susu Dibalas dengan Air Tuba". Dalam pleidoi itu ia mengungkapkan keheranannya atas tudingan jaksa yang menyebut dirinya merugikan negara. Padahal, kata Hartati, Buol telah maju dari kecamatan kecil menjadi kabupaten melalui investasinya.
Dengan terbata-bata, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat nonaktif itu menjelaskan investasinya diniatkan untuk membantu masyarakat di wilayah itu. "Saya menyadari investasi kami di Buol bukan semata-mata untuk mencari keuntungan dalam rangka memperkaya diri, melainkan demi cita-cita saya ingin menolong orang banyak yang masih sangat..," katanya sembari terisak hingga berhenti membacakan pembelaan.
Untuk menenangkan dirinya, Hartati pun diam. Ketua Majelis Hakim Gusrizal pun menawarkannya untuk menyerahkan pembacaan pleidoi itu pada kuasa hukum. Namun, Hartati menolak. "Saya sanggup," kata dia. Hartati pun menceritakan bagaimana perusahaannya masuk sebagai investor di daerah Buol karena diundang oleh Gubernur Sulawesi Tengah untuk berinvestasi.
Pekan kemarin, jaksa menuntut Hartati dihukum lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Menurut mereka, bos PT Hardaya ini terbukti menyuap bekas Bupati Buol Amran Batalipu sebanyak Rp 3 miliar. Dalam pembelaannya, Hartati menyangkal pemberian tersebut. "Saya tidak menyuap sebanyak Rp 3 miliar," katanya.
NUR ALFIYAH