TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch, Febridiansyah, menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani mengungkap siapa yang berkepentingan menyebar cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. “Siapa siapa yang menjadi donor,” kata dia saat dihubungi Tempo pada Senin, 19 Desember 2011.
Guna menelusuri penyandang dana ini peran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Bank Indonesia menjadi dominan. Kasus ini bisa ditelisik dari pelunasan kredit asal cek pelawat yang diterima PT First Mujur Plantation Indonesia dari PT Bank Artha Graha cabang Medan. Komisi bisa mencermati siapa-siapa saja yang terkait dengan pelunasan kredit itu. “Kasus ini seharusnya bisa diungkap meski Nunun tidak bicara,” ujar Febridiansyah.
Dia menegaskan selain aliran dana PR pimpinan KPK baru adalah memeriksa mereka yang membantu Nunun dalam pelarian. Indikasi Nunun dilindungi oleh jaringan internasional sangat kuat yang terlihat dari proses pelarian, rute yang ditempuh, serta teknik kamuflase yang dipakai pengawal Nunun.
Nunun ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Februari lalu dalam kasus pemberian cek pelawat yang diduga berkaitan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Pemilihan itu dimenangi Miranda Swaray Goeltom. Nunun diduga kuat berperan menyebarkan 480 lembar cek pelawat bernilai Rp 24 miliar kepada puluhan anggota Dewan periode 1999-2004.
Dalam kasus cek pelawat, KPK menetapkan 30 tersangka dari anggota DPR periode 1999-2004. Sebagian besar di antaranya telah divonis bersalah. Nunun sempat menjadi buron selama hampir setahun. Pada Rabu pekan lalu, istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun itu ditangkap di Thailand oleh kepolisian setempat dan dibawa ke Jakarta pada Minggu lalu.
Senin pekan lalu, saat keterangan pers, Adang membeberkan dugaan keterlibatan Miranda dalam kasus yang membelit istrinya. Dia bahkan menyatakan Miranda sebagai motivator dalam pemberian cek pelawat itu.
I WAYAN AGUS PURNOMO