Choiri meminta masyarakat untuk tidak menyalurkan bantuan bencana kemanusiaan yang dilakukan di jalan raya. Selain tidak jelas peruntukannya, aktivitas tersebut dianggap ilegal.
Menurut Choiri, Pemerintah Kota Kediri telah mengirimkan surat kepada lembaga pemerintah dan swasta di Kota Kediri untuk mengkoordinasikan penggalangan dana untuk korban banjir bandang di Wasior, letusan Gunung Merapi, maupun bencana tsunami di Kepulauan Mentawai.
Masing-masing instansi pemerintah maupun swasta bersepakat untuk melakukan penggalangan dana secara internal dengan pertanggungjawaban yang jelas. Demikian pula pihak sekolah diminta melakukan penggalangan dana di dalam sekolah dan tidak sampai ke luar pagar sekolah.
Pada Jum’at (5/11), seluruh bantuan akan dikumpulkan dan dikoordinir oleh Wakil Wali Kota Kediri Abdullah Abubakar. Bantuan akan disalurkan kepada yang membutuhkannya pada Sabtu (6/11). Selain penyerahan langsung kepada korban, sebagian bantuan juga disalurkan melalui Palang Merah Indonesia (PMI).
Berdasarkan pantauan Tempo, dalam empat hari ini, aktivitas pengumpulan bantuan tampak di perempatan Jalan Doho, pertigaan Pasaraya Sri Ratu, alun-alun, dan sejumlah pusat keramaian. Dengan membawa kardus mie instan, mereka menempelkan kertas bertulis “Untuk Merapi” tanpa identitas lainnya. Pembawa kardus yang mengenakan penutup wajah juga tidak menjelaskan kepada lembaga mana mereka bekerja.
Salah satu pemungut sumbangan yang berdiri di perempatan Jalan Doho bahkan langsung ngeloyor pergi ketika dicecar sejumlah pertanyaan. Beberapa dari mereka juga dikenali sebagai penarik sumbangan di sekitar mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dengan modus menyerahkan amplop kosong.
Keberadaan mereka dikeluhkan para pengguna jalan yang merasa terusik. Warga meminta pemerintah dan polisi menertibkan aksi tersebut untuk menghindari tindak kriminalitas. “Polisi harusnya mengusut asal usul mereka,” kata Feri Ahmad, pengguna jalan yang melintas di Jalan Doho. HARI TRI WASONO.