"Kalau wacana itu benar, ini jelas kepentingan penguasa. Saya menolak dengan tegas,"” kata Pemadi usai menjadi salah satu pembicara di seminar Kebangsaan dan Amnesia Pancasila, di Jombang, Jawa Timur, Kamis (24/06).
Seperti diberitakan, Rabu kemarin (23/6), mantan Panglima TNI Jendral (Purn) Endriartono Sutarto menyatakan prajurit TNI harus dikembalikan hak pilihnya pada 2014. Tidak memilih di dua pemilu (2004 dan 2009) seharusnya sudah cukup untuk menegaskan prajurit TNI sudah dewasa untuk berdemokrasi secara benar.
Masyarakat juga harus membedakan secara tegas antara hak pilih institusi dan individu prajurit. Di negara demokrasi semua azas demokrasi harus diterapkan semaksimal mungkin, termasuk hak memilih.
"Hak pilih itu bukan hak institusi tetapi hak indidvidu prajurit. Sangat jauh bedanya," kata dia. Menurutnya, publik tidak perlu merasa khawatir TNI terpecah karena perbedaan pemilihan hak politik.
Menanggapi itu, Permadi menegaskan, hingga saat ini militer di Indonesia masih belum bisa bersifat profesional. Ia khawatir, jika hak pilih diberikan bukan malah memberi manfaat kebaikan, tapi justru membahayakan bangsa dan negara.
Terlebih, dalam struktur TNI/Polri terdapat sistem komando, yang bisa dengan mudah mengarahkan anak buah dengan pangkat dibawahnya untuk menuruti perintah atasan.
Ia membenarkan jika hak memilih itu sebenarya milik semua warga Negara tanpa terkecuali. Namun, kata dia, pemberian hak memilih yang sama kepada TNI/Polri mengandung konsekuensi yang besar terhadap.”
"TNI punya kecenderungan dekat dengan penguasa. Mereka juga mempunyai garis komando. Berbahaya apabila mempunyai hak pilih," tegasnya.
MUHAMMAD TAUFIK