Masyarakat juga harus membedakan secara tegas antara hak pilih institusi dan individu prajurit. Di negara demokrasi semua azas demokrasi harus diterapkan semaksimal mungkin, termasuk hak memilih. "Hak pilih itu bukan hak institusi tetapi hak indidvidu prajurit. Sangat jauh bedanya," kata Endriarto usai penutupan Seminar Keamanan Nasional, di gedung Lembaga Ketahanan Nasional, Rabu (23/6).
Menurutnya, publik tidak perlu merasa khawatir TNI terpecah karena perbedaan pemilihan hak politik. "Seperti buruh pabrik cat tidak mungkin buat cat merah saja karena pilih PDI, tidak mungkin buat cat kuning saja karena pilih Golkar, dan seterusnya," kata Endriarto.
Selain itu, jika komandannya mengarahkan para prajurit bisa ditindak. "Itu sudah politik praktis, sudah melanggar Undang-Undang," kata Endriarto. Namun dia menolak jika orang-orang dalam TNI diberikan hak untuk dipilih. "Hak dipilih hanya untuk yang sudah purnawirawan. Kalau mau berpolitik aktif harus pensiun dulu," katanya.
ARYANI KRISTANTI